SELAMAT DATANG DI BLOG PRIBADIKU

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Efek fotolistrik adalah fenomena terlepasnya elektron logam akibat disinari cahaya. Ditinjau dari perspektif sejarah, penemuan efek fotolistrik merupakan salah satu tonggak sejarah kelahiran fisika kuantum. Untuk merumuskan teori yang cocok dengan eksperimen, kita dihadapkan pada situasi dimana paham klasik yang selama puluhan tahun diyakini sebagai paham yang benar, terpaksa harus dirombak. Paham yang dimaksud adalah konsep cahaya sebagai gelombang tidak dirombak, fenomena efek fotolistrik tidak dapat dijelaskan secara baik.
Paham yang baru yang mampu menjelaskan secara teoritis fenomena efek fotolistrik adalah bahwa cahaya sebagai partikel namun demikian, munculnya paham baru ini menimbulkan polemik baru. Penyebabnya adalah bahwa paham cahaya sebagai gelombang telah dibuktikan kehandalannya dalam menjelaskan sejumlah besar fenomena yang berkaitan dengan fenomena difraksi, interferensi, dan polarisasi. Sementara itu, fenomena yang disebutkan tadi tidak dapat dijelaskan berdasarkan paham cahaya sebagai partikel. Untuk mengatasi itu, para ahli sepakat bahwa cahaya memiliki sifat ganda : sebagai gelombang dan sebagai partikel.


B. Tujuan Percobaan
1. Untuk mengamati perilaku cahaya sebagai gelombang menurut teori klasik.
2. Untuk mengamati perilaku cahaya sebagai partikel menurut teori kuantum.
3. Untuk menentukan konstanta Planck.














BAB II
LANDASAN TEORI

Efek fotolistrik adalah fenomena terlepasnya elektron logam akibat disinari cahaya atau gelombang elektromagnetik pada umumnya. Elektron yang terlepas pada efek fotolistrik disebut elektron foto (Photoelektron). Fenomena ini pertama kali diamati oleh Heinrich Hertz (1886-1887) melalui percobaan tabung lucutan. Hertz melihat bahwa lucutan elektrik akan menjadi lebih muda jika cahaya ultraviolet dijatuhkan pada elektroda tabung lucutan (sebagai bahan elektroda digunakan logam natrium). Ini menunjukkan bahwa cahaya ultraviolet dapat melepaskan elektron dari permukaan logam atau sekurang-kurangnya memudahkan elektron terlepas dari logam. Pengamatan Hertz ini kemudian diselidiki lebih lanjut oleh P. Lenard sekitar 18 tahun. Kemudian pada tahun 1905 secara teoritis, Einstein berhasil menjelaskan fenomena ini.
Skema percobaan untuk mempelajari efek fotolistrik disajikan pada gambar 2.1. Peralatan utama terdiri atas plat logam, jendela, galvanometer, dan potensiometer. Plat logam A dan logam K ditempatkan dalam tabung kaca yang dihampakan. Penghampaan ini diperlukan untuk meminimalkan tumbukan antara elektron-foto dengan molekul-molekul gas. Sisi tabung yang berperan sebagai jendela terbuat dari bahan kuarsa, melalui jendela inilah berkas cahaya monokromatis ditembakkan ke plat K sehingga plat melepaskan elektron-foto. Galvanometer (G) digunakan untuk mendeteksi adanya arus listrik yang dihasilkan oleh elektron foto tersebut (sering kali disebut arus fotoelektrik). Potensiometer (hambatan geser) diperlukan untuk mengatur beda potensial antara plat A dan plat B.





Gambar 2.1 Set Percobaan Untuk Mengamati Efek Fotolistrik
Cahaya monokromatis ditembakkan ke plat K yang potensialnya dibuat lebih positif terhadap plat A ternyata untuk cahaya dengan frekuensi tertentu, galvanometer (G) mendeteksi adanya arus listrik. Ini menunjukkan bahwa elektron-foto yang dipancarkan oleh plat K mampu mencapai plat A walaupun plat A memiliki potensial yang lebih negatif dari pada plat K. Ini juga berarti bahwa ketiak terlepas dari plat K elektron sudah memiliki tenaga kinetik yang cukup besar untuk menembus potensial penghalang yang dipasang antara plat K dan A. Untuk menghentikan gerakan elektron-foto (ditunjukkan dengan tidak adanya arus fotoelektrik yang melalui G), diperlukan potensial penghalang V tertentu. Beda potensial yang mampu menghentikan gerak elektron-foto tercepat ini disebut potensial penghenti (stopping potential), yang diberi lambang Vo.
Cacah elektron-foto yang dilepaskan plat K bergantung pada intensitas cahaya. Msing-masing elektron-foto memiliki energi kinetik yang berbeda-beda. Jika elektron-foto tercepat sudah dapat dihentikan oleh potensial penghenti, elektron-foto lainnya otomatis juga dihentikan. Elektron kinetik elektron-foto tercepat dapat diketahui dari nilai Vo. Berdasarkan prinsip kekekalan energi dapat disimpulkan bahwa energi kinetik elektron-foto tercepat sama dengan eVo, dengan e menyatakan muatan elektron sama dengan 1,6 x 10-19 C. Jika energi kinetik elektron tercepat dilambangkan Kmax, maka :
Kmaks = eVo ................. (2.1)
Dalam efek fotolistrik itu ditentukan fakta-fakta eksperimental sebagai berikut:
1. Potensial pemberhenti Vo untuk bahan anoda tertentu tidak bergantung dari intensitas cahaya yang menyinari bahan anoda.







Gambar 2.2 Arus fotolistrik sebanding dengan intensitas cahaya untuk semua rentang potensial.
2. Potensial pemberhenti Vo bergantung dari frekuensi ѵ dari cahaya yang menyinari anoda. Dalam gambar di bawah ini lengkung Io terhadap Vo dibuat untuk keadaan dengan anoda yang sama, dan tiga frekuensi yang berlainan.







Gambar 2.3 Potensial pemberhenti Vo tergantung pada frekuensi cahaya yang datang
3. Untuk satu macam bahan anoda lengkung potensial pemberhenti Vo sebagai fungsi frekuensi v cahaya, merupakan garis yang lurus. Ternyata ada satu frekuensi potong Vo (cut-of frequency) yang menjadi batas efek fotolistrik. Artinya bahwa cahaya dengan frekuensi di bawah harga Vo tidak akan menghasilkan efek fotolistrik berapapun intensitasnya. Setiap bahan anoda mempunyai Vo tersendiri.













Gambar 2.4 Grafik hasil pengukuran potensial pemberhenti sebagai fungsi frekuensi untuk sodium (frekuensi ambang 4,39 x 1014 Hz)
Bagian dari fakta eksperimental di atas tentang efek fotolistrik yang tidak dapat diterangkan dengan konsep gelombang tentang cahaya sebagai berikut :
1. Bahwa Vo (jadi Ek) tidak bergantung dari intensitas cahaya. Menurut konsep gelombang kuat medan E dari cahaya berbanding lurus dengan √I dimana I adalah intensitas cahaya. Jadi bila E besar, tentunya gaya pada elektron dipermukaan anoda juga besar, karena F = eE.
2. Bahwa di bawah frekuensi potong Vo elektron tidak lagi dapat dilepaskan dari permukaan logam. Menurut konsep gelombang, kuat medan E tidak bergantung dari frekuensi, sehingga asal intensitas cukup besar efek fotolistrik yang akan terjadi dan tidak bergantung pada frekuensi cahaya.
Dengan demikian harus dicari penjelasan secara teoritis yang berpijak pada konsep gelombang cahaya. Untuk inilah maka kemudian Einstein mengemukakan postulatnya sebagai berikut :
1. Cahaya itu terdiri dari paket-paket energi (foton) yang bergerak dengan kecepatan c.
2. Bahwa apabila frekuensi cahaya adalah v maka energi foton adalah E = hv.
3. Dalam proses fotolistrik satu foton diserap sepenuhnya oleh elektron pada permukaan logam.
Dengan menggunakan teori Planck Einstein menemukan gejala efek fotolistrik dengan persamaan :
E = hv = EKmaks + Wo ………… (2.2)
Dengan EKmaks = energi kinetik maksimum
Wo = fungsi kerja logam.
Pada umumnya elektron memanfaatkan energi minimum Wo untuk melepaskan diri dari katoda, keluar beberapa energi maksimum EKmaks. Elektron yang mecapai anoda dapat diukur dengan arus fotoelektron. Akan tetapi daya menerapkan potensial balik Vs antara anoda dan katoda, arus fotolistrik dapat dihentikan. EKmaks dapat ditentukan dengan mengukur potensial balik minimum yang diperlukan untuk menghentikan fotoelektron dan mengurangi arus fotolistrik sehingga mencapai nol.
Hubungan antar EK dan Potensial penghenti diberikan oleh :
EKmaks = eVos …………… (2.3)
Maka didapat persamaan Einstein :
hυ = eVso+ Wo …………… (2.4)















BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan
a. Digital Voltmeter (SE – 9589)
b. h/e Apparatus (AP – 936 8)
c. h/e Apparatus Accessory Kit (AB – 9369)
d. Mercury Vapor Light Source (OS – 9286)
B. Prosedur Kerja
Menyusun alat “h/e Apparatus” seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut.











Untuk kegiatan 1 bagian A
1. Mengatur h/e Apparatus sehingga hanya 1 (satu) garis spectral (warna) yang jatuh pada mask fotodioda.
2. Meletakkan filter yang bersesuaian dengan warna spectrum pada White Reflective Mask.
3. Meletakkan variable Transmission Filter di depan White Reflective Mask sehingga cahaya melewati bagian yang bertanda 100 % dan mencapai foto dioda.
4. Mencatat tegangan DVM pada table yang disediakan. Menggerakkan variable Transmission Filter sehingga bagian berikutnya tepat pada cahaya datang. Mencatat VDM dan memperkirakan waktu pemuatan (recharge) setelah tombol discharge ditekan dan dilepaskan.
5. Mengulangi langkah 3 sampai ke lima bagian filter telah diuji. Mengulangi seluruh langkah dengan warna kedua yang berbeda.
Untuk kegiatan 1 bagian B
1. Mengatur h/e Apparatus sehingga hanya satu bagian dari pita warna kuning yang jatuh pada Mask fotodioda. Meletakkan filter kuning pada White Reflective Mask.
2. Mencatat tegangan VDM (potensial penghenti) pada table yang tersedia.
3. Mengulangi percobaan untuk setiap warna di dalam spectrum.

Untuk kegiatan 2
Percobaan ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara energi, panjang gelombang dan cahaya. Dari hubungan tersebut konstanta Planck dapat ditentukan.
1. Memeriksa lima jenis warna dari dua orde pada spectrum Mercury.
2. Mengatur h/e Apparatus dengan hati-hati sehingga hanya satu warna dari orde pertama (orde paling terang) yang jatuh pada bukaan Mask fotodioda.
3. Untuk setiap warna pada setiap orde, mengukur potensial penghenti dengan DVM dan mencatat hasilnya pada table yang diberikan. Menggunakan filter kuning dan hijau pada reflective Mask ketika pengukuran dengan cahaya kuning dan hijau dilakukan.
4. Melanjutkan pengukuran untuk orde kedua, mengulangi seluruh proses di atas.
C. Teknik Analisis Data
1. Metode Tabel.
Pada table ini, untuk table 1 menggambarkan hubungan antara persen transmisi dengan potensial penghenti. Untuk table ke-2, menggambarkan hubungan antara warna spectrum dengan potensial penghenti. Pada table ini, ada lima spectrum warna yang akan ditentukan potensial penghentinya. Dan pada table ke-3, menggambarkan hubungan antara warna orde dengan panjang gelombang, frekuensi dan potensial penghenti.
2. Metode Grafik
Pada grafik yang akan dibuat menggambarkan hubungan antara frekuensi dengan potensial penghenti untuk orde satu dan orde dua. Dari grafik ini, diperoleh konstanta Planck (h) dan nilai fungsi kerja (W).
h = m x e
W = h x fo
dengan, e = muatan electron (1,6 x 10-19)
m = massa electrón ( 9,1 x 10 -31 kg)
fo = frekuensi ambang
h = konstanta Planck
W = fungsi kerja








BAB IV
HASIL PENGAMATAN, ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Tabel 1.1 Hubungan antara % transmisi dengan Potensial Penghenti
Warna 1 % Transmisi Potensial Penghenti (volt)


Kuning 100 0,710
80 0,698
60 0,647
40 0.573
20 0,484
Warna 2 % Transmisi Potensial Penghenti (volt)


Hijau 100 0,765
80 0,731
60 0,692
40 0,631
20 0.555



Tabel 1.2 Hubungan antara warna dengan potensial penghenti.

Warna Potensial Penghenti
(volt)
Kuning 0,930
Hijau 0,941
Biru 1,267
Violet 1,318
Ultraviolet 1,423


Tabel 1.3 Hubungan antara frekuensi dengan potensial penghenti
Warna Orde
Pertama Panjang Gelombang (nm) frekuensi
(x1014 Hz) Potensial Penghenti (volt)
Kuning 578 5,18672 0,545
Hijau 546,074 5,48992 0,661
Biru 435,835 6,87858 1,257
Violet 404,656 7,40858 1,330
Ultraviolet 365,483 8,20264 1,557


Warna Orde
Kedua Panjang Gelombang (nm) frekuensi
(x1014 Hz) Potensial Penghenti (volt)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kawat berarus listrik yang terletak dalam medan magnet dengan arah tegak lurus dengan arah arus maka kawat akan mengalami gaya magnetic sehingga menyebabkan kawat akan melengkung. Namun bagaimana dengan sebuah plat konduktor (lempengan) yang berarus listrik berada dalam medan magnet, apakah plat tersebut akan mengalami gaya ?
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh perubahan temperatur terhadap perubahan panjang benda?
2. Seberapa besar koefisien muai panjang logam besi, aluminium dan kuningan ?
C. Tujuan Percobaan
1. Menentukan besarnya kerapatan dan jenis pembawa muatan dalam bahan tungsten.
2. Menentukan konstanta Hall pada bahan tungsten
3. Menentukan konduktivitas bahan tungsten.




BAB II
LANDASAN TEORI

Efek Hall berkaitan dengan suatu cara pengukuran eksperimental sifat listrik yang dilaporkan oleh E.H. Hall pada tahun 1879. Apabila model elektron bebas terkuantisasi dianut, dan efek ini ingin ditelusuri secara teoritik dengan baik, maka perlu dilakukan telaah seperti yang dilakukan Hall. Dalam telaah Efek Hall disini akan ditempuh pendekatan sederhana, menurut elektron bebas klasik.
Efek Hall adalah pemisahan muatan dalam kawat. Gambar 1 di bawah ini menunjukkan dua lempengan yang mengalirkan arus yang salah satunya menyalurkan arus (I) ke kanan karena sisi kiri lempengan itu dihubungkan dengan terminal positif baterai dan sisi kanan dihubungkan ke terminal negatif baterai.









Gambar 1. Efek Hall dengan pembawa muatan positif
Lempengan ini berada dalam medan magnet yang diarahkan ke bidang buku ini. Untuk saat ini kita asumsikan bahwa arus tersebut terdiri atas muatan positif yang bergerak ke kanan seperti yang ditunjukkan pada gambar 1. Gaya magnetik pada partikel ini adalah qvd x B (dengan v¬d merupakan kerapatan pembawa muatan). Gaya ini mengarah ke atas partikel positif bergerak ke atas lempengan, yang membuat bagian bawah lempengan itu mengandung muatan negatif yang berlebihan. Pemisahan muatan ini menghasilkan medan magnetik pada pembawa muatan.
Apabila medan elektrostatik dan medan magnetic setimbang, maka pembawa muatan tidak lagi bergerak keatas dalam keadaan setimbang, bagian atas lempengan tadi bermuatan lebih positif, sehingga berada pada potensial yang lebih tinggi dari bagian bawah yang bermuatan negatif. Jika arus itu terdiri atas partikel bermuatan negatif, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2 di bawah ini, pembawa muatan harus bergerak ke kiri (karena arusnya masih tetap ke kanan). Gaya magnetik qvd x B dalam hal ini ke atas karena tanda q muatan vd¬ telah diubah. Sekali lagi, pembawa muatan dipaksa ke bagian atas lempengan, tetapi bagian atas lempengan itu sekarang mengalirkan muatan negatif (karena pembawa muatannya negatif) dan bagian bawah menyalurkan muatan positif.






Gambar 2. Efek Hall dengan dengan pembawa muatan negatif
Pengukuran tanda beda potensial antara bagian atas dan bagian bawah lempengan itu akan memberi tahu kita tanda pembawa muatannya. Untuk konduktor logam biasa, kita temukan bahwa bagian atas lempengan pada gambar 1 berada pada potensial yang lebih renda dari pada bagian bawahnya yang berarti bahwa bagian atas itu haruslah menyalurkan muatan negatif. Jenis percobaan inilah yang mengarah kepenemuan bahwa pembawa pembawa muatan dalam konduktor ialah muatan negatif. Dengan demikian gambar 1 merupakan penggambaran arus yang benar pada konduktor biasa.
Jika kita hubungkan bagian atas dan bawah lempengan itu dengan kawat yang bertahanan R, elektron negatif akan mengalir dari bagian atas lempengan melalui kawat kebagian bawahnya. Begitu electron meninggalkan bagian atas lempengan dan memasuki bagian bagian bawahnya, besar pemisahan muatan pada lempengan itu untuk sesaat berkurang. Akibatnya adalah gaya elektrostatik pada electron dalam lempengan itu sesaat akan melelh sehingga gaya ini tidak lagi mengimbangi gaya magnetik yang terjadi padanya. Gaya magnetik itu akan menggerakkan lebih banyak electron melintasi lempengan tersebut yang kemudian akan menjadi sumber ggl. Beda potensial antara bagian atas dan bagian bawah lempengan itu disebut tegangan Hall.
Besar tegangan Hall tidak sulit untuk dihitung. Besar gaya magnetik pada pembawa muatan dalam lempengan itu adalah qvdB. Gaya magnetik ini diimbangi oleh gaya elektrostatik yang besarnya E, dengan E merupakan medan listrik akibat pemisahan muatan tersebut. Jadi kita memperoleh E = vd¬B. Jika lebar lempengan w, beda potensialnya Ew, sehingga tegangan Hall sama dengan VH = Ew = VdBw.







Gambar 3 Arah Arus dan Arah Medan Magnet
Dari gambar di atas dapat diketahui hubungan antara rapat arus J dengan kuat medan listrik E dan kuat medan magnet B dapat diturunkan berdasakan gambar diatas. Gaya magnetik yang dialami oleh elektron arahnya ke sumbu z positif dengan persamaan Fz=evBy sedangkan gaya elektrostatik arahnya ke sumbu z negatif dengan persamaan F-zc=eEx karena kedua gaya ini akhirnya sama maka :
Ex=vBy
Karena rapat arus dalam konduktor adalah
Jx=nq v.
Dan bila v dieliminir, kita peroleh
nq =
Ex= .Jx.By
Karena =RH , J= , Ex= dimana A=d.l maka :
RH = ........ (1)
Adapun konduktivitas bahan dapat ditentukan dari hubungan :
Jx=σ.Ex
Karena Jx= dan Ex= maka :

σ = ....... (2)
Dengan :
RH= konstanta Hall Bahan
VH= tegangan (ggl) Hall
IH = arus Hall
A = luas penampang lempengan
d = tebal lempengan
σ = konduktivitas bahan
J = rapat arus






BAB III
METODE EKSPERIMEN

A. Alat dan bahan
1. Plat tungsten dengan dimensi 65x20x0,05 mm
2. Teras berbentuk U dengan beban
3. kumparan 600 lilitan (2 buah)
4. Regulated Power Supply (catu daya) 12 V, 20 A
5. Measuring Amplifier
6. Magnetik Field Meter
7. Amperemeter 0-20 A
B. Cara kerja
1. Disusun alat seperti gambar di bawah ini :








2. Measuring Amplifier di kemudian mengatur multiplikasi pada posisi 500 µV (sensitivitasnya dikondisikan)
3. Mengatur penunjukan Measuring Amplifier agar dalam posisi tanpa medan penunjukan nol.
4. Menyalakan catu daya untuk medan magnet , magnetik field meter/Tesla meter.
5. Menempatkan probe Tesla/Gauss meter antara plat dengan kumparan.
6. Menaikkan besarnya medan magnet dengan mengatur daya output dan menetapkan pada satu nilai. Dan mencatat nilai konstan tersebut.
7. Pada posisi kuat medan magnet yang konstan, kuat arus sampel dinaikkan untuk berbagai harga, kemudian mencatat nilai kuat arus dan tegangan hall pada measuring amplifier.
C. Identifikasi Variabel
Variabel manipulasi : tegangan hall
Variabel Kontrol : kuat medan magnet (B), dan tebal plat (d)
Variabel respon : kuat arus hall
D. Definisi Operasional Variabel
1. Tegnagan hall adalah tegangan yang timbul pada plat tungsten
2. Kuat arus hall adalah arus listrik yang mengalir pada plat tungsten
3. Kuat medan magnet adalah kuat medan magnet yang ditimbulkan kumparan.
4. Perubahan suhu adalah selisih antara suhu akhir dengan suhu awal
5. Tebal plat adalah tebal plat tungsten.

E. Teknik Analisis Data
1. Metode Tabel
Dalam metode ini, data-data yang diperoleh dalam percobaan dipaparkan kedalam tabel, yaitu memaparkan nilai B, IH, dan VH, dimana B adalah kuat medan magnet dalam satuan Tesla, IH dalam satuan Ampere (A) dan VH dalam satuan Volt (V).
2. Metode Grafik
Dalam metode ini, data-data yang diperoleh pada table dimasukkan kedalam grafik yaitu hubungan antara arus Hall (IH) dan tegangan Hall (VH), dimana pada sumbu x yaitu kuat arus Hall (IH) dan pada sumbu y yaitu tegangan Hall (VH). Dari grafik menghitung besarnya konstanta Hall dengan rumus :
Y = mx + C ; ;
selain itu, juga menghitung besarnya nilai konsentrasi pembawa muatan dari sample yang digunakan dengan rumus :






BAB V
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Tabel 1 Hubungan antara kuat arus Hall (IH) dengan tegangan Hall (VH) pada saat kuat medan magnet (B) konstan.


No.
B = 30 mT

B = 60 mT
B = 90 mT

IH (A)

VH (μV)
IH (A)
VH (μV)
IH (A)
VH (μV)
1 0 0 0 0 0 0
2 0,77 4 1,03 4 0,68 4
3 3,01 20 2,91 20 2,82 20
4 4,92 40 4,78 40 5,05 40
5 7,26 60 6,94 60 6,42 60
6 10,67 80 8,95 80 8,79 80
7 11,05 100 11,37 100 11,22 100
8 16,5 120 - - 12,91 120
9 14,11 140

Tabel 2.
No I A J B n RH
1 0.00 0.000001 0 0.03 0 1.60E-19 0 0
2 0.77 0.000001 770000 0.03 0.0001 1.60E-19 1.44195E+27 4.329E-09
3 3.01 0.000001 3010000 0.03 0.0002 1.60E-19 2.81835E+27 2.21484E-09
4 4.92 0.000001 4920000 0.03 0.0003 1.60E-19 3.07116E+27 2.03252E-09
5 7.26 0.000001 7260000 0.03 0.0004 1.60E-19 3.39888E+27 1.83655E-09
6 10.67 0.000001 10670000 0.03 0.0005 1.60E-19 3.99625E+27 1.56201E-09
7 11.05 0.000001 11050000 0.03 0.0006 1.60E-19 3.44881E+27 1.80995E-09
8 16.50 0.000001 16500000 0.03 0.0007 1.60E-19 4.41413E+27 1.41414E-09
rata-rata 3.22708E+27 2.17129E-09


No I A J B n RH
1 0.00 10-6 0 0.06 0 1.60E-19 0 0
2 1.03 10-6 1030000 0.06 0.0001 1.60E-19 3.85768E+27 1.61812E-09
3 2.91 10-6 2910000 0.06 0.0002 1.60E-19 5.44944E+27 1.14548E-09
4 4.78 10-6 4780000 0.06 0.0003 1.60E-19 5.96754E+27 1.04603E-09
5 6.94 10-6 6940000 0.06 0.0004 1.60E-19 6.49813E+27 9.60615E-10
6 8.95 10-6 8950000 0.06 0.0005 1.60E-19 6.70412E+27 9.31099E-10
7 11.37 10-6 11370000 0.06 0.0006 1.60E-19 7.09738E+27 8.79507E-10
Rata-rata 5.08204E+27 9.40121E-10


No I A J B n RH
1 0.00 0.000001 0 0.09 0 1.60E-19 0 0
2 0.68 0.000001 680000 0.09 0.0001 1.60E-19 3.82022E+27 1.6399E-09
3 2.82 0.000001 2820000 0.09 0.0002 1.60E-19 7.92135E+27 7.88022E-10
4 5.05 0.000001 5050000 0.09 0.0003 1.60E-19 9.45693E+27 6.60066E-10
5 6.42 0.000001 6420000 0.09 0.0004 1.60E-19 9.01685E+27 6.92281E-10
6 8.79 0.000001 8790000 0.09 0.0005 1.60E-19 9.8764E+27 6.32031E-10
7 11.22 0.000001 11220000 0.09 0.0006 1.60E-19 1.05056E+28 5.94177E-10
8 12.91 0.000001 12910000 0.09 0.0007 1.60E-19 1.03612E+28 6.02461E-10
9 14.11 0.000001 14110000 0.09 0.0008 1.60E-19 9.90871E+27 6.29971E-10
rata-rata 7.87414E+27 6.92555E-10


B. Analisis Grafik
Grafik 1 Hubungan antara arus Hall (IH) dan tegangan Hall (VH) dengan B = 30 mT








Grafik 2 Hubungan antara arus Hall (IH) dan tegangan Hall (VH) dengan B = 60 mT



Grafik 2 Hubungan antara arus Hall (IH) dan tegangan Hall (VH) dengan B = 90 mT




C. Analisis Perhitungan
1. Pada Grafik 1
B = 30 x 10-3 Tesla
d = 5 x 10-5 m
y = 18,095x + 28,429
tan θ = 48,919 x 10-6 V/A


= 8,153 x 10-8



= 1,226 x 107


= 0,509 x 1026 m3
2. Pada Grafik 2
B = 60 x 10-3 Tesla
d = 5 x 10-5 m
y = 18,467x + 29,667
tan θ = 49,026 x 10-6 V/A


= 4,085 x 10-8


=2,447 x 107


= 2,551 x 1026 m3
3. Pada Grafik 3
B = 90 x 10-3 Tesla
d = 5 x 10-5 m
y =17,571x26,857
tan θ = 48,527 x 10-6 V/A


= 2,696 x 10-8


= 3,709 x 107




= 1,682 x 1025 m3






D. Pembahasan
Berdasarkan tabel pengamatan yang menggambarkan hubungan antara kuat arus Hall dan tegangan Hall pada saat kuat medan magnetnya konstan, semakin besar kuat arus Haallnya maka semakin besar pula tegangan Hallnya. Jika diambil perbandingan antara kuat medan magnet (B) terhadap kuat arus Hall (IH), maka semakin besar kuat medan magnetnya maka kuat arus Hallnya akan semakin kecil.
Untuk grafik yang menggambarkan hubungan antara arus Hall (IH) dan tegangan Hall (VH) adalah berbanding lurus yang semakin besa nilai IH nya maka VH nya akan semakin besar pula. Dari anlisis grafiknya diperoleh untuk B = 30 x 10-3 T diperoleh konstanta Hall RH = 8,153 x 10-8. Untuk B = 60 x 10-3 T, RH = 4,085 x 10-8 dan untuk B =90 x 10-3 T maka RH = 2,696 x 10-8. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin besar kuat medan megnetiknya (B) maka konstanta Hallnya akan semakin kecil. Untuk nilai konsentarsi (nq), untuk B = 30 x 10-3 T, nq =1,226 x 107. Untuk B = 60 x 10-3 T, nq = 2,447 x 107 dan untuk B = 90 x 10-3 T maka nq = 3,709 x 107 dan nilai konsentasi untuk masing-masing konstanta secara berurutan yaitu n = 0,509 x 1026 m3, n = 2,551 x 1026 m3 dan n = 1,682 x 1025 m3.
Untuk perhitungan secara analisa Excel terdapat perbedaan yang mungkin disebabkan karena kesalahan pada analisa grafik. Kesalahan yang terjadi karena pembacaan skala dan penentuan sudut yang kurang tepat.
Adanya perbedaan di atas pada konsentasi disebabkan adanya kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh praktikan dalam pengambilan data. Misalnya kurang telitinya di dalam membaca penunjukkan skala, apalagi dalam kelompok kami (kelompok VII) hanya terdiri dari dua orang yang seharusnya tiga orang tapi karena teman yang satu lagi berhalangan yakni sakit, maka kami hanya berdua saja sedangkan dalam percobaan Efek Hall dibutuhkan minimal tiga orang dalam pengambilan data. Selain itu, ketidak telitian dalam pengambilan data ini disebabkan adanya gangguan-gangguan dari luar, misalnya keadaan meja dimana alat itu diletakkan selalu bergerak, baik itu disebabkan karena mejanya sudah tua maupun teman-teman kelompok lain yang secara tidak sengaja menyentuh meja tersebut, sehingga jarum dalam skala juga turut bergerak.

















BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah kami lakukan maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa :
1. Semakin besar arus Hall (IH) maka semkin besar pula tegangan Hallnya (VH).
2. Semakin besar kuat medan magnet maka semakin kecil konstanta Hallnya (RH).
3. Semakin besar kuat medan magnet maka semakin besar pula konsentrasi pembawa muatan dari sampel yang digunakan.

B. Saran
Dalam melaksanakan praktikum, hendaknya semua praktikan tetap menjaga ketertiban dan kelancaran peraktikum baik untuk kelompoknya sendiri maupun terhadap kelompok lain yang masih dalam pengambilan data. Bagi teman-teman yang telah selesai pengambilan data hendaknya tidak duduk didekat kelompok lain yang belum selesai percobaannya karena dapat mengganggu konsentrasi praktikum dalam kelompok tersebut.



DAFTAR PUSTAKA


Rosana, Dadan, dkk. 2003. Konsep Dasar Fisika Modern. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.

Tipler, Paul A. 2001. Fisika Untuk Sains dan Teknik. Jakarta : Erlangga

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Percobaan tetes minyak milikan dilakukan oleh Robert A Milikan (1868 – 1953). Dalam percobaannya ia berhasil menemukan harga muatan electron secara akurat dan menunjukkan bahwa muatan electron bersifat diskrit. Elektron mempunyai peran penting dalam mempelajari gejala kelistrikan dan kemagnetan. Dalam eksperimen ini, kita menyemprotkan minyak dalam bentuk hujan tetes-tetes minyak dari atomizer. Setelah diamati hujan tetes-tetes minyak tersebut tampak seperti bintang kecil-kecil yang jatuh perlahan-lahan yang dipengaruhi gaya gravitasi dengan kecepatan yang bergantung pada massanya, viskositas udara dan gaya stokes.
Selanjutnya tetesan minyak di beri muatan dengan beda potensial yang cukup tinggi berkisar 300 volt – 450 volt. Besar muatan tetes minyak akan mempengaruhi gerakan atau kecepatannya. Hal ini dapat diamati jika tetes minyak bergerak turun berbeda kecepatannya jika bergerak ke atas, begitupun saat bergerak bebas tanpa muatan. Sehingga ada tiga kecepatan yang dialami oleh butir tetes minyak berdasarkan arah geraknya, ini bergantung oleh gaya yang mempengaruhinya. Besar kecepatan bintik minyak dapat dihitung dengan menggunakan persamaan gerak lurus beraturan.
y = v.t ( 1 )
dengan waktu tempuh dan jarak tempuh diketahui dari hasil percobaan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah percobaan sebagai berikut: “Bagaimana pengaruh kecepatan turun dan kecepatan naik terhadap harga muatan tetes minyak?”
C. Tujuan percobaan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan muatan satuan elektron (e) dan menunjukkan sifat diskrit muatan electrón


BAB II
KAJIAN TEORI

Dalam percobaan tetes minyak Millikan, gerakan kecepatan bintik minyak dapat dibuat dalam tiga keadaan, yaitu gerak ke bawah karena pengaruh gaya berat, gerak searah gaya berat dengan pengaruh gaya berat dan medan listrik, serta gerak berlawan arah gaya berat dengan pengaruh medan listrik dan gaya berat.
Keadaan pertama adalah gerak bintik minyak karena pengaruh gaya gravitasi. Pada kondisi ini bintik minyak bergerak dengan kecepatan konstan. Walaupun dalam kondisi yang sering kita jumpai di lingkungan kita bahwa benda yang bergerak ke bawah karena pengaruh gravitasi akan bergerak berubah beraturan. Hal ini disebabkan gaya gesekan udara sangat kecil dibandingkan dengan gaya tarik bumi, sehingga gaya gesekannya dapat diabaikan. Lain halnya pada percobaan tetes minyak Milikan, gaya gesekan fluida dalam hai ini udara dengan bintik minyak sangat mempengaruhi laju bintik minyak tersebut. Hal ini disebabkan oleh sifat kekentalan (viskositas) fluida tersebut dalam hal ini adalah udara. Viskositas pada fluida pada dasarnya merupakan gaya gesekan antara lapisan-lapisan yang bersisian pada fluida saat lapisan-lapisan tersebut bergerak. Secara rinci gaya gesek dalam fluida dijelaskan dalam hukum Stokes. Sesuai hukum Stokes, besar gaya gesekan fluida dirumuskan dengan,
Ff = 6rv ( 2 )
dimana:
 = viskositas fluida
r = radius bintik minyak
v = kecepatan





A. Gerak ke bawah tanpa medan listrik
Setelah minyak disemprotkan dengan atomiser ke dalam ruang antar kedua plat kapasitor, maka tetesan minyak yang jatuh pada awalnya mengalami percepatan. Karena adanya gaya gesek yang menghambat gerakan yaitu viskositas udara, maka pada saat tertentu akan mencapai laju konstan. Dalam waktu yang bersamaan atur posisi Ionisation Source Lever ke ON untuk memberikan muatan pada bintik minyak saat melewati Droplet Hole Cover yaitu ruang antara kedua pelat kapasitor yang telah di beri muatan. Jika bintik minyak telah nampak dan sudah ada sudah bintik minyak yang termuati, maka dipindahkan kembali Ionisation Source Lever diatur ke posisi OFF.
Setelah bintik minyak nampak dalam ruang antara kedua plat, maka untuk mengetahui apakah sudah bermuatan diputar posisi Plate Charging Switch ke arah positif. Jika bintik minyak bergerak ke atas ke arah plat positif, maka bintik minyak tersebut bermuatan negatif. Tetapi jika ada bintik minyak yang bergerak ke bawah ke plat negatif, maka bintik minyak itu bermuatan positif. Sebaliknya jika saklar Plate Changing Switch diputar ke arah negatif, maka plat bagian atas bermuatan negatif dan plat bagian bawah bermuatan posisif. Sehingga tetes minyak yang bergerak ke atas bermuatan positif, dan yang bergerak ke bawah bermuatan negatif.
Pada bagian ini akan dijelaskan gerak bintik minyak tanpa pengaruh medan listrik. Komponen gaya-gaya yang bekerja pada bintik minyak digambarkan seperti di bawah ini.






Keterangan:
Ff = gaya gesek antara tetesan minyak dengan udara
FA = gaya angkat ke atas (Archimedes)
w = gaya berat tetesan minyak
Berdasarkan hukum gerak Newton, resultan gaya yang bekerja pada tetesan minyak saat itu sama dengan nol.
F = 0 ( 3 )



Dari hubungan ini diturunkan persamaan untuk menghitung jari-jari bintik minyak sebagai berikut:

(4)


B. Bintik minyak bergerak ke atas
Bintik minyak dapat bergerak ke atas karena pengaruh medan listrik. Hal ini dapat terjadi karena bintik minyak yang telah bermuatan akan mendapat gaya listrik berupa gaya tolak atau gaya tarik. Ini tergantung dari jenis muatannya. Jika dipilih muatan bergerak keatas dan plat bagian atas bermuatan positif, maka terjadi gaya tarik pada bintik minyak yang bermuatan negatif. Gaya ini akan melawan besar gaya berat dan gaya Stokes dalam fluida. Gaya-gaya yang bekerja pada bintik minyak digambarkan seperti berikut.









Keterangan:
FE = gaya listrik antara keping dengan tetes minyak bermuatan negatif
FA = gaya angkat ke atas (Archimedes)
w = gaya berat tetesan minyak
Walaupun tetes minyak tidak diam, tetapi kecepatannya konstan. Sehingga resultan gaya yang bekerja pada tetesan minyak saat itu sama dengan nol. Berdasarkan hukum gerak Newton: F = 0


Sehingga diperoleh persamaan untuk menentukan besar muatan tetes minyak yang bergerak ke atas adalah:
( 5 )

C. Bintik minyak bergerak ke bawah dengan medan listrik
Gerakan bintik minyak ke bawah dengan pengaruh medan listrik kecepatan lebih besar, karena disamping gaya listrik juga bekerja gaya berat yang arahnya sama. Gaya yang melawan kedua gaya tersebut adalah gaya Stokes dan gaya angkat Archimedes. Gaya-gaya tersebut diuraikan seperti gambar berikut.










Keterangan:
FE = gaya listrik antara keping dengan tetes minyak bermuatan negatif
FA = gaya angkat ke atas (Archimedes)
w = gaya berat tetesan minyak
Seperti pada keadaan kedua di atas, kecepatan tetes minyak juga konstan. Sehingga resultan gaya yang bekerja pada tetesan minyak saat itu sama dengan nol. Berdasarkan hukum gerak Newton: F = 0



Sehingga diperoleh persamaan untuk menentukan besar muatan tetes minyak yang bergerak ke bawah karena pengaruh medan listrik adalah:
( 6 )
Untuk menghitung besar muatan bintik minyak berdasarkan persamaan (5) dan (6) dibutuhkan sebuah faktor koreksi (k). Karena hukum Stokes tidak berlaku jika kecepatan benda yang bergerak dalam suatu fluida seperti pada tetesan minyak dalam udara lebih kecil dari 0,1 cm/s atau 10-3 m/s. Pada percobaan ini kecepatan bintik minyak rata-rata berada pada rentang 0,04 – 0,001 cm/s. Faktor koreksi tersebut dihitung dengan persamaan (7) di bawah ini.
( 7 )
dengan:
b = konstanta (8,20 x 10-3 Pa.m)
p = Tekanan barometric (mHg)
r = jari-jari bintik minyak

BAB III
METODE EKSPERIMEN
A. Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan adalah:
1. Satu set Millikan oil drop apparatus
2. Transformator 12 volt DC untuk lampu halogen
3. Power Supply
4. Minyak non-votatile (Squibb #5597 mineral oil, rapat massa 886 kgm-3)
5. Atomizer
6. Stopwatch
7. Multimeter
8. Tissue
B. Cara Kerja
1. Sebelum melakukan eksperimen, plat kapasitor dibersihkan yaitu menggosoknya dengan tissue.
2. Menghubungkan power supply ke aliran sumber tegangan dan diatur hingga mencapai 350 – 500 volt.
3. Menyalakan lampu halogen kemudian mengamati apakah skala sudah nampak jelas jika diamati melalui teleskop.
4. Menghubungkan multimeter ke thermistor connection untuk mengukur hambatan thermistor.
5. Menyemprotkan tetes minyak ke dalam Dropplet Viewing Chamber secara tegak lurus.
6. Mengamati kehadiran bintikk minyak dan memberikan ionisasi dengan menggerakkan Ionisation Source lever ke posisi ON.
7. Diperkirakan telah terjadi ionisasi maka Ionisation Source lever di kembalikan ke posisi OFF.
8. Memilih satu bintik minyak pada teleskop, sambil menggerakkan Plate Charging Switch ke posisi muatan positif (+), Negatif (-), dan tanpa muatan.
9. Mengukur waktu yang digunakan bintik minyak dalam menempuh jarak tertentu, misalnya 5 skala (0,5 mm) dalam 3 keadaan yaitu bergerak keatas, bergerak ke bawah, dan bergerak ke bawah tanpa medan.
10. Diusahakan mengambil data lebih dari satu kali dalam 3 keadaan tersebut dengan bintik minyak yang sama.
11. Mengulangi kembali kegiatan 9 dengan memilih bintik minyak yang lain sampai 7 bintik minyak yang berbeda.

C. Identifikasi Variabel
Variabel kontrol : tekanan, hambatan, beda potensial
Variabel manipulasi : waktu
Variabel respon : muatan bintik minyak














BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Percobaan
V = 351 volt
Pa = 765 mmHg
R = 1,744 x 106 ohm
Tabel Pengamatan


Jarak Tempuh dalam Medan Listrik = 0,5 mm = 5 x 10-4 m
Jarak Tempuh tanpa Medan Listrik = 0,5 mm = 5 x 10-4 m
Tetesan Minyak Waktu Tempuh Tetesan Minyak (s)
Dalam Medan Listrik Tanpa Medan Listrik
Ke Atas Ke Bawah Jatuh Bebas
I 11,8 6,5 24,0
13,6 5,5 22,3
13,4 7,0 27,5
II 12,0 7,0 19,4
8,5 19,0
III 15,0 6,0 18,0
10,0 7,0 25,0


B. Analisa Data

1. Menentukan suhu tetes minyak berdasarkan besar hambatan yang terbaca pada thermistor.
Hasil pengukuran thermistor diperoleh hambatan sebesar 1,744 MΩ. Berdasarkan tabel Thermistor Resistance Table nilai tersebut berada pada rentang 300 – 310 yaitu:
300 = 1,774 x 106 Ω dan 310 = 1,736 x 106 Ω, sehingga harus digunakan interpolasi untuk mencari suhunya jika hambatan sebesar 1,744 x 106 Ω.












2. Penentuan Viscositas Udara berdasarkan suhu pada saat percobaan.
Berdasarkan hasil interpolasi diperoleh suhu pada percobaan adalah 30,80C.
Dari grafik hubungan Viscositas of Dry Air terhadap temperatur diperoleh:
Suhu 300C = 1,8720 x 10-5 Nsm-2 dan
Suhu 310C = 1,8760 x 10-5 Nsm-2
Sehingga dilakukan interpolasi untuk menentukan viscositas udara pada suhu 30,80C.





3. Penentuan massa jenis udara berdasarkan Appendix Density of Air


 = 1,1695 kgm-3
4. Dengan menggunakan persamaan di bawah melalui analisis Microsoft Excel, diperoleh waktu tempuh rata-rata dan kecepatan untuk setiap bintik minyak seperti pada table berikut.



,



dengan y = 5 x 10-4 m


Tetesan Minyak tKe Atas tKe Bawah tJatuh Bebas
I 11.8 6.5 24
13.6 5.5 22.3
13.4 7 27.5
trata(s) 12.93 6.33 24.60
v(m/s) 3,87 x 10-5 7,89 x 10-5 2,03 x 10-5
-
Tetesan Minyak tKe Atas tKe Bawah tJatuh Bebas
II 12 7 19.4
8.5 19
trata(s) 10.25 7.00 19.20
v(m/s) 4,88 x 10-5 7,14 x 10-5 2,60 x 10-5
-
Tetesan Minyak tKe Atas tKe Bawah tJatuh Bebas
III 15.00 6.00 18.00
10.00 7.00 25.00
trata(s) 12.50 6.50 21.50
v(m/s) 4,00 x 10-5 7,69 x 10-5 2,32 x 10-5


5. Menghitung jari-jari bintik minyak.
Untuk menghitung jari-jari bintik minyak digunakan persamaan di bawah ini dengan kondisi bintik minyak bergerak tanpa medan listrik. Hasil perhitungan dengan computer diperlihatkan seperti table di bawah.

 = 1,8728 x 10-5 Nsm-2
m = 886 kgm-3
f = 1,1695 kgm-3
g = 9,8 ms-2



Tetesan Minyak vt(m/s) r(m)
I 2,03 x 10-5 4,44 x 10-7
II 2,60 x 10-5 5,03 x 10-7
III 2,32 x 10-5 4,75 x 10-7

6. Menghitung faktor koreksi
Pada percobaan ini kecepatan bintik minyak yang diperoleh seperti pada perhitungan di atas berada pada orde 10-5 m/s. Sehingga untuk menghitung muatan bintik harus dikalikan dengan faktor koreksi sesuai dengan hasil perhitungan pada tabel di bawah ini.


b = konstanta (8,20 x 10-3 Pa.m)
p = Tekanan barometric (1,017 x 105 Pa)
r = jari-jari bintik minyak




Tetesan Minyak r(m) k
I 4,44 x 10-7 0,77
II 5,03 x 10-7 0,79
III 4,75 x 10-7 0,79

7. Menghitung muatan bintik minyak
Untuk menghitung besar muatan setiap bintik digunakan persamaan (5) dan (6), tetapi harus dikalikan dengan sebuah faktor koreksi pada persamaan (7), sehingga persamaannya seperti di bawah ini.
1) Bintik minyak bergerak ke atas:

2) Bintik minyak bergerak ke bawah:


Dengan menggunakan kedua persamaan tersebut dan nilai-nilai setiap besaran dianalisis melalui computer yaitu Microsoft Excel, maka hasil yang diperoleh seperti pada tabel berikut:
Tetesan Minyak qke atas(C) qke bawah(C) qrata-rata(C)
I 1,46E-19 1,45E-19 1,45E-19
II 2,15E-19 1,3E-19 1,72E-19
III 1,71E-19 1,45E-19 1,58E-19

C. Pembahasan
Prinsip yang digunakan pada percobaan milikan adalah pengaruh gaya gravitasi dan gaya listrik pada partikel bermuatan (tetesan minyak). Tetesan minyak yang dihamburkan dalam ruang pengamatan dipengarahi oleh medan listrik. Medan listrik tersebut ditimbulkan dari beda potensial antara elektroda positif (atas) dan elektroda negatif (bawah) yang diberikan pada pelat kondensator. Pada saat gaya gravitasi sama dengan gaya listrik maka tetesan minyak tersebut akan mengambang. Tetesan minyak dalam medan listrik dipengaruhi oleh beberapa gaya yaitu gaya berat, gaya Stokes yang merupakan gaya penghambat, gaya dorong dan gaya elektrostatis.
Percobaan ini menggunakan dua metode yaitu metode statis (keseimbangan) dan metode dinamis. Untuk metode keseimbangan, karena tetesan minyak tersebut merupakan partikel bermuatan, sehingga setelah tegangannya dihilangkan maka tetesan minyak tersebut akan turun atau jatuh pada saat tetesan minyak tersebut jatuh, laju tetesan minyak tersebut nol. Dengan demikian gaya yang bekerja pada tetesan minyak tersebut hanya gaya berat atau gaya gravitasi dan gaya dorong yang arahnya berlawanan dengan gaya berat. Kemudian tetesan minyak akan mengalami resultan gaya ke bawah. Oleh karena itu, tetesan minyak akan mengalami percepatan sehingga kecepatannya bertambah. Seiring dengan bertambahnya kecepatan, gaya Stokes akan membesar dan pada suatu ketika akan terjadi keseimbangan antara ketiga gaya tersebut, resultan ketiga gaya tersebut nol. Oleh karena itu kecepatan tetesan minyak tersebut akan konstan. Dari sini tegangan dan kecepatan tetesan minyak tersebut dapat diketahui, berdasarkan pengamatan nilai beda potensial dan lamanya waktu yang dibutuhkan tetesan minyak untuk menempuh jarak y yang diperoleh bervariasi.
Berdasarkan perhitungan dapat diperoleh nilai muatan rata-rata dari setiap tetesan minyak adalah: (1) tetes minyak I = 1,45 x 10-19 C; (2) tetes minyak II = 1,72 x 10-19 C; dan (3) tetes minyak III = 1,58 x 10-19 C. Nilai-nilai tersebut menyebar disekitar nilai muatan electron berdasarkan referensi yang ada, yaitu 1,6 x 10-19 C. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa satu elektronnya adalah 1,6.10-19 C, muatan sebesar ini merupakan muatan elementer.







BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data hasil eksperimen maka dapat disimpulkan bahwa nilai muatan rata-rata dari setiap tetesan minyak adalah: (1) tetes minyak I = 1,45 x 10-19 C; (2) tetes minyak II = 1,72 x 10-19 C; dan (3) tetes minyak III = 1,58 x 10-19 C. Sedangkan nilai muatan electron berdasarkan referensi yang ada, yaitu 1,6 x 10-19 C.

B. REKOMENDASI
Agar percobaan ini dapat memperoleh hasil yang maksimal maka hal-hal berikut harus diperhatikan ketelitian mengukur waktu tempuh tetesan minyak dalam menempuh jarak yang telah ditentukan, yaitu kesingkronan antara melihat posisi star dan akhir dari bintik minyak dengan memencet stopwatch.
C. DAFTAR PUSTAKA
- Sears Zemansky. 1962. Fisika Universitas Jilid 2, Bina Cipta, Bandung.
- http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/agama/tetes-minyak-milikan
- http://www.fisikaasyik.com/home02/content/view/192/44/
- www.geocities.com

Saya belajar komputer

TEORI PEMBELAJARAN AUSUBEL
David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Inilah yang membedakan Ausubel dari teoriwan-teoriwan lainnya. Ausubel memberi penekanan pada belajar bermakna, serta retensi dan variabel variabel yang berhubungan dengan macam belajar ini.
A. PENGERTIAN TEORI BELAJAR
Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas. Namun teori belajar ini tidaklah semudah yang dikira, dalam prosesnya teori belajar ini membutuhkan berbagai sumber sarana yang dapat menunjang, seperti : lingkungan siswa, kondisi psikologi siswa, perbedaan tingkat kecerdasan siswa. Semua unsur ini dapat dijadikan bahan acuan untuk menciptakan suatu model teori belajar yang dianggap cocok, tidak perlu terpaku dengan kurikulum yang ada asalkan tujuan dari teori belajar ini sama dengan tujuan pendidikan. Menurut Ausubel dalam (Dahar, 1988: 134) belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi disajikan pada siswa, melalui penemuan atau penerimaan. Belajar penerimaan menyajikan materi dalam bentuk final, dan belajar penemuan mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang diajarkan. Dimensi kedua berkaitan dengan bagaimana cara siswa dapat mengaitkan informasi atau materi pelajaran pada struktur kognitif yang telah dimilikinya, ini berarti belajar bermakna. Akan tetapi jika siswa hanya mencoba-coba menghapal informasi baru tanpa menghubungkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, maka dalam hal ini terjadi belajar hafalan.








Bentuk-Bentuk Belajar
(Menurut Ausubel & Robinson, 1969)


B. Pengertian Belajar Bermakna
Sebagai pelopor aliran kognitif, David Ausubel mengemukakan teori belajar bermakna (meaningful learning). Belajar bermakna adalah proses mengaitkan dalam informasi baru dengan konsep-konsep yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang. (Ratna Willis Dahar: 1996). Selanjutnya dikatakan bahwa pembelajaran dapat menimbulkan belajar bermakna jika memenuhi prasyarat, yaitu:
1. Materi yang akan dipelajari secara Potensial
2. Anak yang belajar bertujuan melaksanakan belajar bermakna.
Kebermaknaan materi pelajaran secara potensial tergantung dari materi itu memiliki kebermaknaan logis dan gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa. Bedasarkan Pandangannya tentang belajar bermakna, maka David Ausubel mengajukan 4 prinsip pembelajaran , yaitu:
1. Pengatur awal (advance organizer)
Pengatur awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep lama dengan konsep baru yang lebih tinggi maknanya. Penggunaan pengatur awal tepat dapat meningkatkan pemahaman berbagai macam materi , terutama materi pelajaran yang telah mempunyai struktur yang teratur. Pada saat mengawali pembelajaran dengan prestasi suatu pokok bahasan sebaiknya “pengatur awal” itu digunakan, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.
2. Diferensiasi progresif
Dalam proses belajar bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-konsep. Caranya unsur yang paling umum dan inklusif diperkenalkan dahulu kemudian baru yang lebih mendetail, berarti proses pembelajaran dari umum ke khusus.
3. Belajar superordinat
Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami petumbuhan kearah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus berlangsung hingga pada suatu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat akan terjadi bila konsep- konsep yang lebih luas dan inklusif.
4. Penyesuaian Integratif
Pada suatu saat siswa kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi pertentangan kognitif itu, Ausubel mengajukan konsep pembelajaran penyesuaian integratif Caranya materi pelajaran disusun sedemikian rupa, sehingga guru dapat menggunakan hierarki-hierarki konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan.

C. PROSES PEMBELAJARAN BERMAKNA
Piaget telah dikenal luas sebagai salah seorang ahli perkembangan kognitif. Sebagai penghargaan kepadanya, Wadsworth (1984:v) menulis: “To Jean Piaget and Stephen Davol – Two men who understood children, development, and how to help others learn.” Teori-teori belajar yang dikemukakan Piaget, Brownel, Skemp, Ausubel ataupun yang lainnya memang dapat dipakai para guru untuk membantu siswanya belajar dengan baik. Teori-teori yang ditulis Piaget telah didasarkan pada hasil interviu klinis dengan beberapa orang anak, termasuk dengan dua putrinya sendiri. Awalnya, anak tersebut dihadapkan dengan suatu tugas atau persoalan. Selanjutnya, si anak diminta mengungkapkan secara lisan hal-hal yang sedang dipikirkannya. Pertanyaan-pertanyaan berikutnya dapat diajukan penginterviu yang bertindak sebagai peneliti sedemikian rupa sehingga si anak tersebut dapat menjelaskan dan mengungkapkan secara lebih jauh dan terinci alasan-alasan di balik pendapatnya itu (Resnick & Ford, 1981). Sejalan dengan itu, Shadiq (1999) telah belajar dari seorang anak kecil, Nani, yang telah memberi nama “batu lengket” untuk magnet karena magnet tersebut mirip sekali dengan batu-batuan yang ada dibelakang rumahnya. Tentunya, pendapat itu salah karena tidak sesuai dengan pengetahuan Fisika. Meskipun begitu, si Nani akan tetap menganggap pendapatnya itu benar. Itulah sebabnya, setiap anak selalu dengan yakin dan mantap akan menceritakan jalan pikirannya sendiri, tidak peduli pendapatnya tersebut benar atau salah, sehingga lebih mudah untuk dipelajari orang-orang disekitarnya seperti yang sudah dilakukan Piaget. Tulisan tentang ‘belajar bermakna’ sebagai lawan dari ‘belajar hafalan’ atau ‘belajar dengan membeo’ berikut ini akan dimulai dengan ceritera tentang si Nani lagi. Tentunya, si Nani yang waktu itu berlagak seperti seorang guru TK terhadap bapaknya tidak akan menyadari jika dia dianggap seperti burung beo oleh bapaknya. Pada suatu hari, Fitriani Fajar yang waktu itu berumur sekitar 4,5 tahun dan masih duduk di bangku TK bertanya kepada bapaknya. Dari nada bicaranya tergambar bahwa ia ingin menguji apakah bapaknya sudah tahu tentang penjumlahan dua bilangan yang baru saja ia pelajari dari temannya. Percakapan mereka adalah sebagai berikut (N =Nani, B = Bapaknya).
N: “Bapak! Dua tambah dua berapa? Ayo …!”
B: “Menurut Nani?”
N: “Bapak dulu.”
B: “Oke. Oke. Dua tambah dua sama dengan empat.”
N: “Betul.” Ia berlagak seperti guru TK yang membenarkan jawaban
siswanya.
B: “Tahu dari mana bahwa dua tambah dua sama dengan empat?”
N: “Dari Ari. Ari tahu dari bapaknya.”
B: “Nani percaya?”
N: “Ya. Bapaknya Ari kan pintar.”
B: “Kenapa dua tambah dua sama dengan empat?”
N: “Ya karena dua tambah dua sama dengan empat.”
B: “Kalau satu tambah dua?”
N: “Nani belum tahu.”
B: “Kenapa?”
N: “Ari belum memberi tahu. Mungkin bapaknya belum mengajarinya.”
B: “Kalau satu tambah satu?”
N: “Dua.”
B: “Ah masak?”
N: “Tiga … tiga … tiga … .”
B: “Yang benar. Masak tiga.”
N: “Empat … empat … ! Lima …! Tujuh … tujuh … . Kalau begitu
berapa?”
B: “Ya dua.”
N: “Nani kan sudah bilang dua tadi. E … bapak menipu.”
Nani telah menunjukkan kepada kita bahwa ia telah mampu dengan benar atau kompeten menentukan nilai dari penjumlahan 2 + 2 ataupun 1 + 1. Namun, apakah ia memahami mengapa dan darimana 2 + 2 = 4 dan 1 + 1 = 2? Ketika ia ditanya bapaknya mengapa 2 + 2 = 4?, ia menjawab: ”Ya karena 2 + 2 = 4,” tanpa alasan yang jelas. Artinya, si Nani hanya meniru pada apa yang diucapkan teman sebayanya yaitu si Ari. Tidaklah salah jika ada orang yang lalu menyatakan bahwa si Nani telah belajar dengan membeo. Seperti halnya seekor burung beo yang dapat menirukan ucapan tertentu namun sama sekali tidak mengerti isi ucapannya tersebut, maka seperti itulah si Nani yang dapat menjawab bahwa 2 + 2 adalah 4 namun ia sama sekali tidak tahu arti 2 + 2 dan tidak tahu juga mengapa hasilnya harus 4. Jika si Ari, temannya, menyatakan 2 + 3 = 5 maka sangat besar kemungkinannya jika si Nani akan mengikutinya. Cara belajar dengan membeo seperti yang telah dilakukan si Nani tadi disebut dengan belajar hafalan (rote learning) oleh David P Ausubel (Orton, 1987).

D. Menghindari Belajar Hafalan
Pertanyaan yang mungkin muncul adalah apa yang dimaksud dengan belajar hafalan (rote learning). Ausubel menyatakan hal berikut sebagaimana dikutip Bell (1978: 132): “…, if the learner’s intention is to memorise it verbatim, i,e., as a series of arbitrarily related word, both the learning process and the learning outcome must necessarily be rote and meaningless”. Intinya, jika seorang anak, contohnya si Nani, berkeinginan untuk mengingat sesuatu tanpa mengaitkan hal yang satu dengan hal yang lain maka baik proses maupun hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan dan tidak akan bermakna sama sekali baginya. Contoh lain yang dapat dikemukakan tentang belajar hafalan ini adalah beberapa siswa SD kelas 1 ataui 2 yang dapat mengucapkan: “Ini Budi. Ini Ibu Budi,” namun ia tidak dapat menentukan sama sekali mana yang “i” dan mana yang “di”. Contoh lain dari belajar menghafal adalah siswa yang dapat mengingat dan menyatakan rumus luas persegipanjang adalah l = p × l, namun ia tidak bisa menentukan luas suatu persegi panjang karena ia tidak tahu arti lambang l, p, dan l. Salah satu kelemahan dari belajar hafalan atau belajar membeo telah ditunjukkan Nani di mana jawaban yang benar, yaitu 1 + 1 = 2, diubah dengan jawaban yang lain ketika jawaban tersebut pura-pura dianggap sebagai jawaban yang salah oleh bapaknya. Intinya, si Nani tidak memiliki dasar yang kuat untuk meyakinkan dirinya sendiri, apalagi meyakinkan orang lain bahwa 1 + 1 = 2. Lebih celaka lagi kalau temannya tadi mengajari Nani bahwa 1 + 1 = 4 dan 2 + 2 = 6. Tidak mustahil jika ia mengikutinya. Di samping itu, ia tidak bisa menjawab soal baru seperti 1 + 2 maupun 2 + 1 karena temannya belum mengajari hal itu. Materi pelajaran matematika bukanlah pengetahuan yang terpisah-pisah namun merupakan pengetahuan yang saling berkait antara pengetahuan yang satu dengan pengetahuan lainnya. Seorang anak atau siswa tidak akan memahami pengertian penjumlahan dua bilangan jika ia tidak tahu arti dari “1” maupun “2”. Ia harus tahu bahwa “1” menunjuk pada banyaknya sesuatu yang tunggal seperti banyaknya kepala, mulut, lidah dan seterusnya; sedangkan “2” menunjuk pada banyaknya sesuatu yang perpasangan seperti banyaknya mata, telinga, kaki, …dan seterusnya. Di samping itu, sering terjadi, ketika sedang menghitung sesuatu, tangan sang anak kecil masih ada di batu ke-4 namun ia sudah mengucapkan “tiga”, “lima”, atau malah “enam”. Kesalahan sepele seperti ini akan berakibat pada kesalahan menjumlah dua bilangan. Hal yang lebih parah akan terjadi jika ia masih sering meloncat-loncat di saat membilang dari satu sampai sepuluh. Dari apa yang dipaparkan di atas jelaslah bahwa untuk dapat menguasai materi Matematika, seorang anak harus menguasai beberapa kemampuan dasar lebih dahulu. Setelah itu, si anak harus mampu mengaitkan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dipunyainya, sehingga proses pembelajarannya menjadi bermakna. Karenanya, Ausubel menyatakan hal berikut sebagaimana dikutip Orton (1987:34): “If I had to reduce all of educational psychology to just one principle, I would say this: The most important single factor influencing learning is what the learner already knows. Ascertain this and teach him accordingly.” Jelaslah bahwa pengetahuan yang sudah dimiliki siswa akan sangat menentukan berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran. Untuk menjelaskan tentang belajar bermakna ini, perhatikan tiga bilangan berikut. Menurut Anda, dari tiga bilangan berikut:
(a) 50.471.198
(b) 54.918.071
(c) 17.081.945
manakah yang lebih mudah dipelajari atau diingat para siswa? Seorang siswa dapat saja mengingat ketiga bilangan tersebut yaitu dengan mengucapkan bilangan tersebut berulang-ulang beberapa kali. Namun sebagai warga bangsa Indonesia tentunya Bapak dan Ibu Guru akan meyakini bahwa bilangan (c) yaitu 17.081.945 merupakan bilangan yang paling mudah dipelajari jika bilangan tersebut dikaitkan dengan tanggal 17 – 08 – 1945 yang merupakan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Proses pembelajaran bilangan 17.081.945 (tujuh belas juta delapan puluh satu ribu sembilan ratus empat puluh lima) akan bermakna bagi siswa hanya jika si siswa, dengan bantuan gurunya, dapat mengaitkannya dengan tanggal keramat 17 Agustus 1945 yang sudah ada di dalam kerangka kognitifnya. Bilangan (b) yaitu 54.918.071 akan lebih mudah dipelajari siswa daripada bilangan (a) yaitu 50.471.198 karena bilangan (b) didapat dari tanggal 17–08–1945 dalam urutan terbalik yaitu 5491–80–71. Bilangan (a) merupakan bilangan yang paling sulit untuk dipelajari karena aturan atau polanya belum diketahui. Contoh di atas menunjukkan bahwa suatu proses pembelajaran akan lebih mudah dipelajari dan dipahami siswa jika para guru mampu dalam memberi kemudahan bagi siswanya sedemikian sehingga para siswa dapat mengaitkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Itulah inti dari belajar bermakna (meaningful learning) yang telah digagas David P Ausubel.



E. PERBEDAAN BELAJAR BERMAKNA DENGAN BELAJAR HAFALAN
Menurut Ausubel dalam (Dahar, 1988: 134) belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi disajikan pada siswa, melalui penemuan atau penerimaan. Belajar penerimaan menyajikan materi dalam bentuk final, dan belajar penemuan mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang diajarkan. Dimensi kedua berkaitan dengan bagaimana cara siswa dapat mengaitkan informasi atau materi pelajaran pada struktur kognitif yang telah dimilikinya, ini berarti belajar bermakna. Akan tetapi jika siswa hanya mencoba-coba menghapal informasi baru tanpa menghubungkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, maka dalam hal ini hanya terjadi belajar hafalan bukan belajar bermakna.

F. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR BERMAKNA
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu; demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil, dan diatur dengan baik, maka arti-arti yang sahih dan jelas atau tidak meragukan akan timbul dan cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat belajar dan retensi.

G. MENERAPKAN TEORI AUSUBEL DALAM MENGAJAR
Untuk dapat menerapkan teori Ausubel dalam mengajar, sebaiknyalah kita perhatikan apa yang dikemukakan oleh Ausubel dalam bukunya yang berjudul ”Educational Psychology : A Cognitive View” yang pernyataannya berbunyi : faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui siswa. Yakinilah ini dan ajarilah ia demikian.
Pernyataan Ausubel inilah yang menjadi inti teori belajarnya. Jadi, agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Dalam menerapkan teori Ausubel dalam mengajar, selain konsep-konsep yang telah dibahas terdahulu, ada beberapa konsep atau prinsip itu ialah pengatur awal, diferensiasi progresif, penyesuaian integratif, dan belajar superordinat.
Selain itu, Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar- akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi. Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa.
Pada belajar bermakna siswa dapat mengasimilasi pada belajar bermakna secara penerimaan, materi pelajaran disajikan dalam bentuk final, sedangkan pada belajar bermakna secara penemuan, siswa diharapkan dapat menemukan sendiri informasi konsep atau dari materi pelajaran yang disampaikan. Belajar bermakna dapat terjadi jika siswa mampu mengkaitkan materi pelajaran baru dengan struktur kognitif yang sudah ada. Struktur kognitif tersebut dapat berupa fakta-fakta, konsep-konsep maupun generalisasi yang telah diperoleh atau bahkan dipahami sebelumnya oleh siswa. Bruner memandang manusia sebagai pemproses, pemikir, dan pencipta informasi. Menurut Bruner, inti belajar adalah cara-cara bagaimana manusia memilih, mempertahankan, mentransformasikan informasi secara aktif. Masih menurut Bruner, di dalam orang yang belajar, hal-hal yang memiliki kesamaan atau kemiripan dihubungkan menjadi struktur yang memberikan arti pada hal-hal yang dipelajari. Sebagaimana Piaget dalam pendidikan, Bruner juga menyarankan pendekatan child centered approach yang dihubungakan dengan belajar penemuan (discovery learning).
Robert Gagne membagi tipe belajar ke dalam 8 jenis yang paling rendah tingkatannya, yaitu belajar isyarat (signal learning) sampai ke yang paling tinggi yaitu pemecahan masalah (probem solving). Secara lengkap tipe-tipe belajar adalah probem solving, rule learning, concept learning, discrimination learning, verbal learning, chaining, stimulus-response learning dan signal learning. Dalam menjelaskan proses belajar, Piaget menggunakan 3 istilah yang sering digunakan pada Biologi (hal ini sesuai dengan latar belakang akademiknya), yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Akomodasi merupakan anak untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Dalam hal ini lingkungan menuntut anak untuk melakukan sesuatu. Anak harus mengubah dirinya untuk melakukan hal itu, sebagai contoh, jika seorang anak menemukan sebuah benda yang menghalangi jalan bagi mainannya (mobil-mobilan misalnya), anak tersebut menemukan penyelesaian yang membuat dirinya dapat memudahkan benda yang menghalangi itu dan mainannya dapat berjalan lagi. Asimilasi di lain pihak, adalah kemampuan anak mengubah untuk memenuhi apa yang ia imajinasikan. Anak memiliki ide apa yang ia inginkan dan memodifikasi lingkungan untuk mencapai hal tersebut. Ia mungkin melakukan modifikasi melalui aktifitas mental, misalnya seorang anak berumur 4 tahun menganggap sebatang sedotan minuman sebagai tongkat ajaib atau lempengan plastik dianggapnya sebagi pedang yang ampuh. Namun, dapat juga ia melakukannya dengan aktifitas fisik, misalnya seorang anak membuat rumah rumahan, sebuah arca atau sebuah candi dari pasir. Hal ini sering dihubungkan dengan ‘bermain’ (play), yang sangat disukai oleh anak-anak. Memang antarasimilasi dan bermain terdapat hubungan yang sangat erat. Kita semua tahu bahwa anak suka bermain dan asimilasi menjelaskan mekanisme psikologis mengenai hal itu. Dalam bermain anak-anak mentransformasikan objek-objek untuk memenuhi imajinasi yang ada pada dirinya. Secara mudah dapat dikatakan bahwa asimilasi melibatkan proses transformasi pengalaman di dalam pikiran, sedangkan akomodasi melibatkan proses penyesuaian pikiran terhadap pengalaman yang baru. Pada sembarang tahapan (stage) perkembangan, akomodasi atau asimilasi salah satu untuk sementara mendominasi dan baru kemudian digantikan oleh yang lain. Akhirnya suatu keseimbangan (equilibrium) akan diperoleh (untuk tahapan tertentu) melalui proses penyeimbangan atau ekuilibrasi (equilibration). Ekuilibrasi merupakan kemampuan anak untuk menyusun dan mengatur. (Sur berkomentar: pengalaman baru = keping informasi yang baru, sedang di carikan posisi yang tepat pada struktur pengetahuan yang sebelumnya ia miliki. Kalau semenjak kecil ia terbiasa dengan peta konsep, maka proses belajarnya akan menjadi lebih efektif, karena keping yang baru itu bisa segera ditempatkan pada dahan/ cabang yang tepat atau suatu saat bisa diupdate pada dahan/ cabang yang lebih tepat bila ditemukan informasi-informasi yang relevan).
H. PETA KONSEP
Peta konsep merupakan salah satu bagian dari strategi organisasi. Strategi organisasi bertujuan membantu pebelajar meningkatkan kebermaknaan bahan-bahan organisasi bertujuan membantu pebelajar meningkatkan kebermaknaan bahan-bahan baru, terutama dilakukan dengan mengenakan struktur-struktur pengorganisasian baru pada bahan-bahan tersebut. Strategi-strategi organisasi dapat terdiri dari pengelompokan ulang ide-ide atau istilah-istilah atau membagi ide-ide atau istilah-istilah itu menjadi subset yang lebih kecil. Strategi- strategi ini juga terdiri dari pengidentifikasian ide-ide atau fakta-fakta kunci dari sekumpulan informasi yang lebih besar.
Atas dasar teori Ausubel, Novak mengemukakan gagasan peta konsep yang menyatakan hubungan antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menolong guru mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki para siswa agar belajar bermakna dapat berlangsung, untuk mengetahui penguasaan konsep-konsep pada siswa, dan untuk menolong siswa belajar bagaimana belajar.
Salah satu pernyataan dalam teori Ausubel adalah ‘bahwa faktor yang paling penting yang mempengaruhi pembelajaran adalah apa yang telah diketahui siswa (pengetahuan awal). Jadi supaya belajar jadi bermakna, maka konsep baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang ada dalam struktur kognitif siswa (Suryadi menambahkan di sini –> Ini yang disebut Teknik Konstruktivisme). Ausubel belum menyediakan suatu alat atau cara yang sesuai yang digunakan guru untuk mengetahui apa yang telah diketahui oleh para siswa (Dahar, 1988: 149). Berkenaan dengan itu Novak dan Gowin (1985) dalam Dahar (1988: 149) mengemukakan bahwa cara untuk mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki siswa, supaya belajar bermakna berlangsung dapat dilakukan dengan pertolongan peta konsep.
1. Pengertian Konsep
Konsep dapat didefenisikan dengan bermacam-macam rumusan. Salah satunya adalah defenisi yang dikemukakan Carrol dalam Kardi (1997: 2) bahwa konsep merupakan suatu abstraksi dari serangkaian pengalaman yang didefinisikan sebagai suatu kelompok obyek atau kejadian. Abstraksi berarti suatu proses pemusatan perhatian seseorang pada situasi tertentu dan mengambil elemen-elemen tertentu, serta mengabaikan elemen yang lain. Tidak ada satu pun definisi yang dapat mengungkapkan arti yang kaya dari konsep atau berbagai macam konsep-konsep yang diperoleh para siswa. Oleh karena itu konsep-konsep itu merupakan penyajian internal dari sekelompok stimulus, konsep-konsep itu tidak dapat diamati, dan harus disimpulkan dari perilaku. Dahar menyatakan bahwa konsep merupakan dasar untuk berpikir, untuk belajar aturan-aturan dan akhirnya untuk memecahkan masalah. Dengan demikian konsep itu sangat penting bagi manusia dalam berpikir dan belajar.
Pemetaan konsep merupakan suatu alternatif selain outlining, dan dalam beberapa hal lebih efektif daripada outlining dalam mempelajari hal-hal yang lebih kompleks. Peta konsep digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi. Proposisi merupakan dua atau lebih konsep yang dihubungkan oleh kata-kata dalam suatu unit semantik (Novak dalam Dahar 1988: 150).
George Posner dan Alan Rudnitsky dalam Nur (2001b: 36) menyatakan bahwa peta konsep mirip peta jalan, namun peta konsep menaruh perhatian pada hubungan antar ide-ide, bukan hubungan antar tempat. Peta konsep bukan hanya meggambarkan konsep-konsep yang penting melainkan juga menghubungkan antara konsep-konsep itu. Dalam menghubungkan konsep-konsep itu dapat digunakan dua prinsip, yaitu diferensiasi progresif dan penyesuaian integratif. Menurut Ausubel dalam Sutowijoyo (2002: 26) diferensiasi progresif adalah suatu prinsip penyajian materi dari materi yang sulit dipahami. Sedang penyesuaian integratif adalah suatu prinsip pengintegrasian informasi baru dengan informasi lama yang telah dipelajari sebelumnya. Oleh karena itu belajar bermakna lebih mudah berlangsung, jika konsep-konsep baru dikaitkan dengan konsep yang inklusif. Untuk membuat suatu peta konsep, siswa dilatih untuk mengidentifikasi ide-ide kunci yang berhubungan dengan suatu topik dan menyusun ide-ide tersebut dalam suatu pola logis. Kadang-kadang peta konsep merupakan diagram hirarki, kadang peta konsep itu memfokus pada hubungan sebab akibat. Agar pemahaman terhadap peta konsep lebih jelas, maka Dahar (1988: 153) mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai berikut:
a. Peta konsep (pemetaan konsep) adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang studi fisika, kimia, biologi, matematika dan lain-lain. Proposisi-proposisi merupakan dua atau lebih konsep-konsep yang dihubungkan oleh kata-kata dalam suatu unit semantik. Dengan membuat sendiri peta konsep siswa “melihat” bidang studi itu lebih jelas, dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna.
b. Suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang studi atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang memperlihatkan hubungan-hubungan proposisional antara konsep-konsep. Hal inilah yang membedakan belajar bermakna dari belajar dengan cara mencatat pelajaran tanpa memperlihatkan hubungan antara konsep-konsep.
c. Ciri yang ketiga adalah mengenai cara menyatakan hubungan antara konsep-konsep. Tidak semua konsep memiliki bobot yang sama. Ini berarti bahwa ada beberapa konsep yang lebih inklusif dari pada konsep-konsep lain.
d. Ciri keempat adalah hirarki. Bila dua atau lebih konsep digambarkan di bawah suatu konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep tersebut.
Peta konsep dapat menunjukkan secara visual berbagai jalan yang dapat ditempuh dalam menghubungkan pengertian konsep di dalam permasalahanya. Peta konsep yang dibuat murid dapat membantu guru untuk mengetahui miskonsepsi yang dimiliki siswa dan untuk memperkuat pemahaman konseptual guru sendiri dan disiplin ilmunya. Selain itu peta konsep merupakan suatu cara yang baik bagi siswa untuk memahami dan mengingat sejumlah informasi baru (Arends, 1997: 251).
2. Cara Menyusun Peta Konsep
Menurut Dahar (1988:154) peta konsep memegang peranan penting dalam belajar bermakna. Oleh karena itu siswa hendaknya pandai menyusun peta konsep untuk meyakinkan bahwa siswa telah belajar bermakna. Langkah-langkah berikut ini dapat diikuti untuk menciptakan suatu peta konsep.
Langkah 1: mengidentifikasi ide pokok atau prinsip yang melingkupi sejumlah konsep.
Langkah 2: mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep sekunder yang menunjang ide utama
Langkah 3: menempatkan ide utama di tengah atau di puncak peta tersebut
Langkah 4: mengelompokkan ide-ide sekunder di sekeliling ide utama yang secara visual menunjukan hubungan ide-ide tersebut dengan ide utama.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan langkah-langkah menyusun peta konsep sebagai berikut:
1)Memilih suatu bahan bacaan
2)Menentukan konsep-konsep yang relevan
3)Mengelompokkan (mengurutkan ) konsep-konsep dari yang paling inklusif ke yang paling tidak inklusif
4)Menyusun konsep-konsep tersebut dalam suatu bagan, konsep-konsep yang paling inklusif diletakkan di bagian atas atau di pusat bagan tersebut.
Dalam menghubungkan konsep-konsep tersebut dihubungkan dengan kata hubung. Misalnya “merupakan”, “dengan”, “diperoleh”, dan lain-lain.
c. Peta Konsep sebagai Alat Ukur Alternatif
Tes seperti pilihan ganda yang selama ini dipandang sebagai alat ukur (uji) keberhasilan siswa dalam menempuh jenjang pendidikan tertentu, bukanlah satu-satunya alat ukur untuk menentukan keberhasilan siswa. Tingkat keberhasilan siswa dalam menyerap pengetahuan sangat beragam, maka diperlukan alat ukur yang beragam. Peta konsep adalah salah satu bentuk penilaian kinerja yang dapat mengukur siswa dari sisi yang berbeda. Penilaian kinerja adalah bentuk penilaian yang digunakan untuk menilai kemampuan dan keterampilan siswa berdasarkan pada pengamatan tingkah lakunya selama melakukan penilaian terhadap hasil kerja siswa selama kegiatan. Menurut Tukman dalam Sutowijoyo (2002: 31) penilaian kinerja adalah penilaian yang meliputi hasil dan proses, yang biasanya menggunakan material atau suatu peralatan (equipment). Penilaian kinerja dapat digunakan terutama untuk mengukur tujuan pembelajaran yang tidak dapat diukur dengan baik bila menggunakan tes obyektif. Penilaian kinerja mengharuskan siswa secara aktif mendemonstrasikan apa yang mereka ketahui. Yang paling penting, penilaian kinerja dapat memberi motivasi untuk meningkatkan pengajaran, pemahaman terhadap apa yang mereka perlu ketahui dan yang dapat mereka kerjakan. Berdasarkan teori belajar kognitif Ausubel, Novak dan Gowin (1984) dalam Dahar (1988: 143) menawarkan skema penilaian yang terdiri atas: Struktur hirarki, perbedaan progresif, dan rekonsiliasi integratif.
Struktur hirarkis, yaitu struktur kognitif yang diatur secara hirarki dengan konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang lebih inklusif, lebih umum, superordinat terhadap konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang kurang inklusif dan lebih khusus. Perbedaan progresif menyatakan bahwa belajar bermakna merupakan proses yang kontinyu, dimana konsep-konsep baru memperoleh lebih banyak arti dengan bentuk lebih banyak kaitan-kaitan proporsional. Jadi konsep-konsep tidak pernah tuntas dipelajari, tetapi selalu dipelajari, dimodifikasi, dan dibuat lebih inklusif. Rekonsiliasi integratif menyatakan bahwa belajar bermakna akan meningkat bila siswa menyadari akan perlunya kaitan-kaitan baru antara kumpulan-kumpulan konsep atau proposisi. Dalam peta konsep, rekonsiliasi integratif ini diperlihatkan dengan kaitan-kaitan silang antara kumpulan-kumpulan konsep (Dahar,1988: 162)
Selanjutnya Novak dan Gowin memberikan suatu aturan untuk mengikuti penilaian numerik jika skoring dipandang perlu. Pertama, skoring didasarkan atas preposisi yang valid. Kedua, untuk menghitung level hirarkis yang valid dan untuk menskor tiap level sebanyak hubungan yang dibuat. Ketiga, crosslink yang menunjukan hubungan valid antara dua kumpulan (segmen) yang berbeda adalah lebih penting daripada level hirarkis, karena mungkin saja ini pertanda adanya penyesuaian yang integratif. Keempat, diharapkan siswa dapat memberikan contoh yang spesifik dalam beberapa kasus untuk meyakinkan bahwa siswa mengetahui peristiwa atau obyek yang ditunjukan oleh label konsep.
Jenis-jenis Peta Konsep
Menurut Nur (2000) dalam Erman (2003: 24) peta konsep ada empat macam yaitu: pohon jaringan (network tree), rantai kejadian (events chain), peta konsep siklus (cycle concept map), dan peta konsep laba-laba (spider concept map).
1) Pohon Jaringan.
Ide-ide pokok dibuat dalam persegi empat, sedangkan beberapa kata lain dihubungkan oleh garis penghubung. Kata-kata pada garis penghubung memberikan hubungan antara konsep-konsep. Pada saat mengkonstruksi suatu pohon jaringan, tulislah topik itu dan daftar konsep-konsep utama yang berkaitan dengan topik itu. Daftar dan mulailah dengan menempatkan ide-ide atau konsep-konsep dalam suatu susunan dari umum ke khusus. Cabangkan konsep-konsep yang berkaitan itu dari konsep utama dan berikan
hubungannya pada garis-garis itu (Nur dalam Erman 2003: 25)
Pohon jaringan cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:
- Menunjukan informasi sebab-akibat
- Suatu hirarki
- Prosedur yang bercabang
Istilah-istilah yang berkaitan yang dapat digunakan .
1) Rantai Kejadian.
Nur dalam Erman (2003:26) mengemukakan bahwa peta konsep rantai kejadian
dapat digunakan untuk memerikan suatu urutan kejadian, langkah-langkah dalam suatu prosedur, atau tahap-tahap dalam suatu proses. Misalnya dalam melakukan eksperimen. Rantai kejadian cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:
- Memerikan tahap-tahap suatu proses
- Langkah-langkah dalam suatu prosedur
- Suatu urutan kejadian
2) Peta Konsep Siklus
Dalam peta konsep siklus, rangkaian kejadian tidak menghasilkan suatu hasil akhir. Kejadian akhir pada rantai itu menghubungkan kembali ke kejadian awal. Seterusnya kejadian akhir itu menhubungkan kembali ke kejadian awal siklus itu berulang dengan sendirinya dan tidak ada akhirnya. Peta konsep siklus cocok diterapkan untuk menunjukan hubungan bagaimana suatu rangkaian kejadian berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil yang berulang-ulang. Gambar 2.5 memperlihatkan siklus tentang hubungan antara siang dan malam.
3) Peta Konsep Laba-laba
Peta konsep laba-laba dapat digunakan untuk curah pendapat. Dalam melakukan curah pendapat ide-ide berasal dari suatu ide sentral, sehingga dapat memperoleh sejumlah besar ide yang bercampur aduk. Banyak dari ide-ide tersebut berkaitan dengan ide sentral namun belum tentu jelas hubungannya satu sama lain. Kita dapat memulainya dengan memisah-misahkan dan mengelompokkan istilah-istilah menurut kaitan tertentu sehingga istilah itu menjadi lebih berguna dengan menuliskannya di luar konsep utama. Peta konsep laba-laba cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:
a) Tidak menurut hirarki, kecuali berada dalam suatu kategori
b) Kategori yang tidak paralel
c) Hasil curah pendapat
Proses mengajarkan strategi belajar digunakan dua pendekatan pengajaran utama, yaitu pengajaran langsung dan pengajaran terbalik (Nur 2000b: 45). Pengajaran langsung merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Dalam melatihkan strategi belajar secara efektif memerlukan pengetahuan deklaratif, prosedural, dan kondisional tentang strategi-strategi belajar. Pengetahuan deklaratif tentang strategi-strategi tertentu termasuk bagaimana strategi itu didefinisikan, mengapa strategi itu berhasil, dan bagaimana strategi itu serupa atau berbeda dengan strategi-strategi lain. Siswa juga memerlukan pengetahuan prosedural, sehingga mereka dapat menggunakan berbagai macam strategi secara efektif. Di samping itu juga menggunakan pengetahuan kondisional untuk mengetahui kapan dan mengapa menggunakan strategi tertentu.
Salah satu alasan menggunakan pengajaran langsung dalam mengajarkan strategi belajar adalah karena pengajaran langsung diciptakan secara khusus untuk mempermudah siswa dalam mempelajari pengetahuan deklaratif dan prosedural yang telah direncanakan dengan baik serta dapat mempelajarinya selangkah demi selangkah (Arends 1997) dalam Nur (2000b: 46).
Pada Tabel 2.2 sintaks pengajaran langsung yang diadaptasikan untuk mengajarkan strategi belajar, dan dilengkapi dengan teori yang mendukung sebagai landasan pelaksanaan pengajaran strategi belajar.
Tahap-tahap Pengajaran Langsung dalam Melatihkan Strategi Belajar
Tahap1
1. Menyampaikan tujuan pembelajaran.
2. Memotivasi siswa.
Tahap 2
1. Secara klasikal menjelaskan strategi menggarisbawahi dan pemetaan konsep.
2. Memodelkan strategi Mengarisbawahi dan membuat peta konsep.
Tahap 3
Melatihkan siswa menggunakan strategi menggarisbawahi dan pemetaan konsep dibawah bimbingan guru.
Tahap 4
1. Memeriksa pemahaman siswa terhadap strategi menggarisbawahi dan pemetaan konsep
2. Memberi umpan balik hasil pemahaman siswa terhadap strategi menggarisbawahi dan pemetaan konsep.
Tahap 5
Melatih sisawa untuk menerapkan strategi belajar enggarisbawahi dan membuat peta konsep secara mandiri.
Tahap 6
1. Mengevaluasi tugas latihan menggarisbawahi dan membuat peta konsep.
2. Membimbing siswa untuk merangkum pelajaran












I Pembelajaran Fisika
Fisika adalah bagian dari sains (IPA), pada hakikatnya adalah kumpulan pengetahuan, cara berpikir, dan penyelidikan. IPA sebagai kumpulan pengetahuan dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model. IPA sebagai cara berpikir merupakan aktivitas yang berlangsung di dalam pikiran orang yang berkecimpung di dalamnya karena adanya rasa ingin tahu dan hasrat untuk memahami fenomena alam. IPA sebagai cara penyelidikan merupakan cara bagaimana informasi ilmiah diperoleh, diuji, dan divalidasikan.
Fisika dipandang sebagai suatu proses dan sekaligus produk sehingga dalam pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran yang efektif dan efesien yaitu salah satunya melalui kegiatan praktik. Hal ini dikarenakan melalui kegiatan praktik, siswa melakukan olah pikir dan juga olah tangan.
Kegiatan praktik adalah percobaan yang ditampilkan guru dan atau siswa dalam bentuk demonstrasi maupun percobaan oleh siswa yang berlangsung di laboratorium atau tempat lain. Adapun jenis-jenis kegiatan praktik dikelompokkan menjadi 4, yaitu eksperimen standar, eksperimen penemuan, demonstrasi, dan proyek.
Kegiatan praktik dalam pembelajaran fisika mempunyai peran motivasi dalam belajar, memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan sejumlah keterampilan, dan meningkatkan kualitas belajar siswa.
Macam-Macam Pendekatan dalam pembelajaran Fisika
Strategi atau teknik, metode dan pendekatan merupakan tiga hal yang berbeda meskipun penggunaannya sering bersama-sama dijumpai dalam pembelajaran. Pendekatan merupakan teori atau asumsi. Metode adalah pengembangan yang lebih konkret dari teori tersebut, berupa prosedur-prosedur berdasarkan teori tersebut di dalam berbagai bentuk kegiatan kelas.
Meskipun telah disebutkan bahwa “tidak ada satu pun pendekatan yang paling cocok untuk satu pelajaran”, tetapi karena pusat pelajaran fisika adalah eksperimen dan merupakan bagian tak terpisahkan dari pelajaran fisika itu sendiri maka melalui eksperimen siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dengan gejala fisika yang dipelajari. Fisika sebagai ilmu yang memiliki karakteristik tersendiri dalam mempelajarinya tidak cukup hanya melalui minds-on, tetapi juga harus melalui hands-on, seperti layaknya ilmuwan ketika menjelajahi alam ini. Secara teoretis dan dengan prosedur-prosedur yang tepat kerja laboratoriumlah pendekatan yang tepat digunakan dalam pembelajaran fisika.
Macam-macam kerja laboratorium dapat dibedakan dalam deduktif atau verifikasi, induktif, keterampilan teknis, tanya jawab, dan keterampilan proses. Umumnya pendekatan-pendekatan tersebut dapat meningkatkan hal-hal sebagai berikut; sikap terhadap fisika, sikap ilmiah, penemuan ilmiah, pengembangan konsep, dan keterampilan-keterampilan teknis bagi siswa.
Pendekatan Keterampilan Proses
Cara berpikir dalam sains, fisika misalnya, adalah keterampilan-keterampilan proses. Keterampilan proses sains dibedakan dalam dua bagian besar, yaitu keterampilan dasar proses sains, dimulai dari observasi sampai dengan meramal, dan keterampilan terpadu proses sains, dari identifikasi variabel sampai dengan yang paling kompleks, yaitu eksperimen.
Keterampilan dasar proses sains adalah hal-hal yang dikerjakan ketika siswa mengerjakan sains, misalnya mengobservasi pengaruh suhu terhadap faktor redaman ayunan teredam.
Dalam keterampilan terpadu proses sains, siswa dipandu untuk melakukan eksperimen melalui penggunaan seluruh keterampilan-keterampilan proses yang siswa miliki.
Melalui eksperimen suatu pembelajaran fisika dikatakan utuh, sebab eksperimen di laboratorium merupakan bagian integral dari konsep, prinsip dan hukum fisika akan dipelajari.
Eksperimen dapat dikatakan sebagi dewa dalam pembelajaran fisika, tetapi harus diingat bahwa dalam pelaksanaannya memerlukan biaya dan tenaga yang besar sehingga sebagai guru fisika yang sukses harus betul-betul ahli dalam mendesain kegiatan eksperimen untuk siswanya. Namun demikian, hendaknya hal tersebut tidak menjadi momok bagi guru dalam mempersiapkan penggunaannya di kelas, akan tetapi justru menjadi tantangan bagi guru untuk mempersiapkan eksperimen sebaik-baiknya agar pembelajaran fisika betul-betul efektif.
Strategi Belajar-mengajar Menurut Pandangan Konstruktivisme
Pandangan konstruktivisme sangat menekankan pentingnya gagasan yang sudah ada pada diri siswa untuk dikembangkan dalam proses belajar-mengajar. Dengan demikian, pemahaman konsep sangat ditekankan. Belajar merupakan proses aktif dan kompleks dalam upaya memperoleh pengetahuan baru. Proses yang terjadi merupakan proses kognitif sebagai interaksi antara kegiatan persepsi, imajinasi, organisasi, dan elaborasi. Proses pengorganisasian dan elaborasi memungkinkan terbentuk hubungan antarkonsep. Hubungan antarkonsep dapat digambarkan sebagai peta konsep. Peta konsep dapat digunakan sebagai alat untuk mengetahui hasil belajar dan adanya miskonsepsi.
Miskonsepsi terjadi karena siswa masih menggunakan gagasan pribadinya dan pembelajaran belum dapat mengubah pemahaman siswa menjadi gagasan baru yang benar. Perubahan ini dapat berlangsung dengan mulus asalkan pada siswa ada perasaan tidak puas terhadap pemahaman yang salah, siswa mempunyai pengetahuan optimal tentang konsep yang benar, konsep yang benar dapat masuk akal dan mempunyai daya memprediksi serta daya eksplanasi.
Strategi pembelajaran dapat dikembangkan dan siklus pembelajaran dan siklus belajar. Hal ini untuk memungkinkan terjadi keselarasan antara pola pikir yang dituntut oleh guru dengan pola pikir siswa.
Pengorganisasian materi sajian juga penting karena dalam proses belajar-mengajar terjadi hubungan segitiga antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Disarankan pengorganisasian materi subjek berorientasi pada kerangka pemecahan masalah.


Pendekatan Discovery dan Inquiry
Pendekatan discovery merupakan pendekatan mengajar yang memerlukan proses mental, seperti mengamati, mengukur, menggolongkan, menduga, men-jelaskan, dan mengambil kesimpulan.
Pada kegiatan discovery guru hanya memberikan masalah dan siswa disuruh memecahkan masalah melalui percobaan. Pada pendekatan inquiry, siswa mengajukan masalah sendiri sesuai dengan pengarahan guru. Keterampilan mental yang dituntut lebih tinggi dari discovery antara lain: merancang dan melakukan percobaan, mengumpulkan dan menganalisis data, dan mengambil kesimpulan.
Pendekatan inquiry adalah pendekatan mengajar di mana siswa merumuskan masalah, mendesain eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data sampai mengambil keputusan sendiri.
Pendekatan inquiry harus memenuhi empat kriteria ialah kejelasan, kesesuaian ketepatan dan kerumitannya. Setelah guru mengundang siswa untuk mengajukan masalah yang erat hubungannya dengan pokok bahasan yang akan diajarkan, siswa akan terlibat melalui 5 fase ialah:
Fase 1 : siswa menghadapi masalah yang dianggap tantangan.
Fase 2 : siswa mengumpulkan data untuk menguji kondisi, sifat khusus dari objek teliti dan pengujian terhadap situasi masalah yang dihadapi.
Fase 3 : siswa mengumpulkan data untuk memisahkan variabel yang relevan, berhipotesis dan bereksperimen untuk menguji hipotesis sehingga diperoleh hubungan sebab akibat.
Fase 4 : merumuskan penemuan inquiry hingga diperoleh penjelasan, pernyataan, atau prinsip yang lebih formal.
Fase 5 : melakukan analisis terhadap proses inquiry, strategi yang dilakukan oleh guru maupun siswa. Analisis diperlukan untuk membantu siswa terarah pada mencari sebab akibat.


Ausubel (dalam Dahar, 1988:137) mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna (meaningful) jika informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Ausubel (dalam Dahar ,1988 :142) juga menyatakan bahwa agar belajar bermakna terjadi dengan baik dibutuhkan beberapa syarat, yaitu:
(1). Meteri yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial,
(2). Anak yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna sehingga mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna.
Penerapan Model Kognitif dalam pembelajaran

Lima Prinsip Belajar Mengenali betul apa yang menarik untuk kita ?
Jika kita mengetahui betul apa sesungguhnya yang menarik bagi kita, tentu akan lebih mudah mencari ragam informasi penting yang akan kita pelajari. Tak ada seorang pun yang mampu memberikan informasi tentang apa yang menarik untuk kita pelajari kecuali kita sendiri.
Ada baiknya, sekali waktu, Anda berhenti dulu belajar, lalu tanyakan pada diri Anda sendiri, untuk apa Anda belajar? Jika Anda cukup punya alasannya, tak salah bila Anda mencoba mengujinya dengan mengikuti beberapa tes untuk melihat tingkat pemahaman kita dan cara untuk meningkatkannya. Hal terpenting yang perlu diingat adalah seberapa cepat pun kita bisa memahami suatu informasi, maka informasi itu dengan mudah bisa hilang dari ingatan jika ternyata informasi tersebut bukan seperti sesuatu yang menjadi inti ketertarikan kita.
Kenalilah kepribadian diri sendiri. Jika kita tahu betul siap kita dan apa yang kita inginkan, maka mempelajari sesuatu yang sesuai dengan keinginan dan kepribadian kita menjadi lebih mudah dilakukan. Sebab, apapun yang akan kita pelajari dan pahami, seringkali menjadi sia-sia jika ternyata tak sesuai dengan kepribadian kita.
Rekam semua informasi dalam kata. Langkah yang paling mudah untuk memahami, mengingat dan mempelajari sesuatu adalah dengan kata. Jadi, langkah yang paling mudah dan bijaksana adalah bila kita terbiasa merekam semua informasi itu dengan cara menuliskannya kembali dalam bentuk apa saja. Gambar, coretan dan yang terbaik adalah catatan tertulis buatan tangan sendiri.
Belajar bersama orang lain. Cara termudah untuk belajar sesungguhnya adalah bila kita melakukannya secara bersama-sama. Prinsip belajar ini hampir selalu efektif bagi setiap orang, apa pun karakter belajar yang dimilikinya. Selain itu, belajar juga menjadi terasa lebih menyenangkan dan ringan, bila dilakukan secara bersama-sama.
Hargai diri sendiri. Belajar memahami dan menyerap informasi akan menjadi lebih terasa bermanfaat dan berarti bila kita menghargainya. Jadi, rencanakan apa yang Anda akan pelajari dan pahami. Setelah itu, cobalah membuat jeda di antara waktu belajar yang Anda laklukan. Setelah itu, lihat seberapa besar tingkat keberhasilan Anda dalam mempelajari suatu informasi atau fakta tertentu. Bila Anda merasa itu berhasil, maka Anda layak menghargai jerih-payah Anda belajar dengan cara apa saja. Misalnya, merayakannya dengan makan enak atau membeli sesuatu yang bisa mengingatkan Anda akan keberhasilan yang Anda pernah capai.





B. Belajar Penangkapan (reception learning) menurut Ausubel
Belajar penangkapan pertama kali dikembangkan oleh David Ausubel sebagai jawaban atas ketidakpuasan model belajar discovery yang dikembangkan oleh Jerome Bruner tersebut. Menurut Ausubel , siswa tidak selalu mengetahui apa yang penting atau relevan untuk dirinya sendiri sehigga mereka memerlukan motivasi eksternal untuk melakukan kerja kognitif dalam mempelajari apa yang telah diajarkan di sekolah. Ausubel menggambarkan model pembelajaran ini dengan nama belajar penangkapan. Para pakar teori belajar penangakapan menyatakan bahwa tugas guru adalah:
a. Menstrukturkan situasi belajar.
b. Memilih materi pembelajaran yang sesuai dengan siswa.
c. Menyajikan materi pembelajaran secara terorganisir yang dimulai dari gagasan Inti belajar penangkapan yaitu pengajaran ekspositori , yakni pembelajaran sistematik yang direncanakan oleh guru mengenai informasi yang bermakna (meaningful information). Pembelajaran ekspositori itu terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1. Penyajian advance organizer
Advance organizer merupakan Pernyataan umum yang memperkenalkan bagian-bagian utama yang tercakup dalam urutan pengajaran. Advance organiberfungsi untuk menghubungakan gagasan yang disajikan di dalam pelajaran dengan informasi yang telah berda didalam pikiran siswa, dan memberikan skema organisasional terhadap informasi yang sangat spesifik yang disajikan.
2. Penyajian materi atau tugas belajar.
Dalam tahap ini, guru menyajikan metri pembelajaran yang baru
dengan menggunakan metode ceramah, diskusi, film, atau menyajikan tugas-tugas belajar kepada siswa . Ausubel menekankan tentang pentingnya mempertahankan perhatian siswa, dan juaga pentingya pengorganisasian meteri pelajaran yang dikaitakan dengan struktur yang terdapat didalam advance organizer. Dia menyarankan suatu proses yang disebut dengan diferensiasi progresif, dimna pembelajaran berlangsung setahap demi setahap demi setahap, dimulai dari konsep umum menuju kepada informasi spesifik, contoh-contoh ilustratif, dan membandingkan antara konsep lama dengan konsep baru.
3. Memperkuat organisasi kognitif.
Ausubel menyarankan bahwa guru mencoba mengikatkan informasi baru ke dalam stuktur yang telah direncanakan di dalam permulaan pelajaran, degan cara mengingatkan siswa bahwa rincian yang ebrsifat spesifik itu berkaitan dengan gambaran informasi yang bersifat umum. Pada akhir pembelajaran ini siswa diminta mengjukan pertanyaan pada diri sendiri mengenai tingkat pemahamannya terhadap pelajaran yang baru dipelajari, menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan pengorgnaisasian matyeri pembelajaran sebagaiman yang dideskripsikan didalam advance organizer samping itu juga memberikan pertanyanan kepada siswa dalam rangka menjajagi keluasan pemahaman siswa tentang isi pelajaran.

SILABUS
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas/Semester : XII/1
Standar Kompetensi: 1. Menerapkan konsep dan prinsip gejala gelombang dalam menyelesaikan masalah

Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber/ Bahan/Alat
1.1 Mendeskripsikan gejala dan ciri-ciri gelombang secara umum
Gejala dan Ciri-ciri Gelombang
• Mendemonstrasikan gelombang transversal
• Mengkaji literatur untuk membedakan karakteristik gelombang mekanik dan elektromagnetik
• Menemutunjukkan sifat-sifat umum gelombang (pemantulan/pembiasan, superposisi, interferensi, dispersi, difraksi, danpolarisasi) melalui percobaan
• Merumuskan persamaan gelombang (simpangan, kecepatan, fase, dan energi) melalui diskusi kelas
• Melakukan percobaan Melde • Mengidentifikasi karakteristik gelombang transfersal dan longitudinal
• Mengidentifikasi karakteristik gelombang mekanik dan elektromagnetik
• Menyelidiki sifat-sifat gelombang (pemantulan/pembiasan, superposisi, interferensi, dispersi, difraksi, danpolarisasi) serta penerapnnya dalam kehidupan sehari-hari
• Mengidentifikasi persamaan gelombang berjalan dan gelombang stasioner
Penilaian kinerja (sikap dan praktik), test tertulis 16 jam Sumber: Buku Fisika yang relevan
Bahan: lembar kerja, hasil kerja siswa
Alat: katrol, beban gantung, penggetar, power suply
1.2 Mendeskripsikan gejala dan ciri-ciri gelombang bunyi dan cahaya
Gelombang Bunyi
Gelombang cahaya
• Mendiskusikan gejala dan ciri gelombang bunyi ( termasuk nada dan taraf intensitas) dan cahaya berdasarkan kajian literature
• Mendiskusikan pemecahan masalah bunyi dan cahaya (interferensi, difraksi, polarisasi, efek dopler, taraf intensitas) secara klasikal • Mendeskripsikan gejala dan ciri-iri gelombang bunyi
• Menerapkan asas Dopller untuk gelombang bunyi
• Mendeskripsikan gejala dan ciri gelombang cahaya
Penugasan, test tertulis 6 jam Sumber: Buku Fisika yang relevan
Bahan:
Alat:
1.3 Menerapkan konsep dan prinsip gelombang bunyi dan cahaya dalam teknologi Manfaat Gelombang Bunyi (ultrasonic, infrasonic)
Gelombang Cahaya (warna cahaya, penerapan interferensi dan difraksi cahaya dalam teknologgi fotocopy dan lain-lain) • Melakukan kajian literatur pemanfaatan bunyi dan gelombang cahaya dalam kehidupan secara individu melalui berbagai sumber
• Memaparkan pemanfaatan bunyi dalam teknologi melalui kajian literature (misalnya pada USG)
• Memaparkan pemanfaatan cahaya dalam teknologi (misalnya pada teknologi photocopy, CD, OHP dan Scan) • Menerapkan konsep dan prinsip gelombang bunyi dalam teknologi
• Menerapkan konsep dan prinsip gelombang cahaya dalam teknologi Penugasan, test tertulis 6 jam Sumber: Buku Fisika yang relevan
Bahan:
Alat:


Standar Kompetensi: 2. Menerapkan konsep kelistrikan dan kemagnetan dalam berbagai penyelesaian masalah dan produk teknologi

Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber/ Bahan/Alat
2.1 Memformulasi-kan gaya listrik, kuat medan listrik, fluks, potensial listrik, energi potensial listrik serta penerapannya pada keping sejajar
Listrik Statis
• Gaya elektrostatik
• Medan listrik dan hukum Gauss
• Potensial dan energi potensial listrik
• Kapasitor keping sejajar
• Rangkaian kapasitor • Mengidentifikasi karakteristik gaya elektrostatik dan medan listrik
• Merumuskan gaya Coulomb, medan listrik, potensial listrik, dan hukum kekekalan energi mekanik dalam medan listrik, serta kapasitor melalui diskusi kelas
• Menghitung gaya Coulomb, medan listrik, potensial dan energi potensial, kapasitor rangkaian, serta energi kapasitor dalam diskusi pemecahan masalah • Mendeskripsikan gaya elektrostatik (hukum Coulomb) pada muatan titik
• Mengaplikasikan hukum Coulomb dan Gauss untk mencari medan listrik bagi distribusi muatan kontinu
• Memformulasikan energi potensial listrik dan kaitannya dengan gaya/medan listrik dan potensial listrik
• Memformulasikan prinsip kerja kapasitor keping sejajar Penugasan, test tertulis 14 jam Sumber: Buku Fisika yang relevan
Bahan:
Alat:
2.2 Menerapkan induksi magnetik dan gaya magnetik pada beberapa produk teknologi
Induksi Magnetik
• Percobaan Oersted
• Hukum Ampere
• Medan magnet sekitar kawat berarus (lurus, melingkar, solenoida)
• Gaya magnetik (gaya Lorentz) • Mengidentifikasi karakteristik medan magnet di sekitar kawat berarus dan gaya magnetik
• Memformulasikan kuat medan magnetik dan gaya magnetik pada berbagai keadaan (alat) dalam diskusi kelas • Mendeskripsikan induksi magnetik sekitar kawat berarus
• Mendeskripsikan gaya magnetik pada kawat berarus dan muatan bergerak
• Menerapkan prinsip induksi magnetik dan gaya magnetik dalam teknologi seperti pada bel listrik atau motor listrik Penilaian kinerja (sikap dan praktik), test tertulis 8 jam Sumber: Buku Fisika yang relevan
Bahan:
Alat:
2.3 Memformulasi-kan konsep induksi Faraday dan arus bolak-balik serta penerapannya
Induksi Elektromagnetik dan Arus Bolak-Balik
• Induksi Faraday dan hukum Lenz
• Ggl dan arus induksi
• Generator dan transformator
• Arus dan tegangan bolak-balik
• Rangkaian RLC dan prinsip resonansi • Melakukan eksperimen untuk menyelidiki induksi elektromagnetik dan pengukuran arus bolak-balik
• Mendiskusikan formulasi induksi Faraday dalam berbagai keadaan dan karakteristik pengukuran serta parameter arus bolak balik pada rangkaian RLC
• Menghitung ggl dan arus induksi dalam berbagai keadaan serta parameter arus bolak-balik dalam berbagai pemecahan masalah
• Memformulasikan konsep induksi elektromagnetik
• Menerapkan konsep induksi elektromagnetik pada teknologi (misalnya generator dan transformator)
• Memformulasikan konsep arus induksi dan ggl induksi
• Memformulasikan konsep arus dan tegangan bolak-balik Penilaian kinerja (sikap dan praktik), hasil karya (produk), test tertulis 14 jam Sumber: Buku Fisika yang relevan
Bahan: lembar kerja, hasil kerja siswa
Alat: , power supy, kawat/kabel, magnet batang/ magnet U, amperemeter


Makassar, Juli 2009
Kepala SMAN 13 Makassar Guru Bidang Studi



Mansur Kadir, S.Pd Nursyamsiah, S.Pd.
NIP. 195603161981031005 NIP. 196707281988122004

Mengenai Saya

Foto saya
saya seorang guru fisika di SMAN 13 MKS

JAM

KALENDER