SELAMAT DATANG DI BLOG PRIBADIKU

BAB I

PENDAHULUAN

Sejak dahulu , para guru telah membolehkan atau mendorong siswa-siswa mereka untuk bekerja sama dalam tugas-tugas kelompok tertentu, dalam diskuisi atau debat kelompok, atau dalam bentuk-bentuk kerja kelompok , atau dalam kegiatan pelajaran tambahan berkelompok lainnya. Metode ini biasanya bersifat informal, tidak berstruktur, dan hanya digunakan pada saat-saat tertentu saja. Pemahaman praktis dalam kelas dan bagaimana para guru dapat menggunakan metode ini untuk melihat bahwa semua siswa memang telah menangkap pelejaran dari mereka . Pedoman yang diberikan di sini bersifat praktis, yang tersusun dalam petunjuk bertahap yang telah dengan sukses digunakan oleh ribuan guru dalam tiap tingkatan kelas dan dalam berbagai subyek. Sehingga kami pilih buku ini yang sesuai dengan penjelasan diatas yaitu “buku cooperative Learning”,

Buku ini dimaksudkan untuk digunakan dalam kursus-kursus dan lokakarya inti maupun pelengkap bersama para guru atau calon guru. Bisa juga digunakan sebagai manual bagi guru tunggal yang ingin menggunakan metode kooperatif sesuai dengan kebutuhan.

Pembelajaran kooperatif adalah bahwa ia membuat dirinya menjadi alat stimulus yang sangat baik . Sesuatu yang sangat logis jika memilih menggunakan metode-metode pembelajaran kooperatif untuk mengajar pembelajara kooperatif.

BAB I I

TINJAUAN BUKU

A. ISI

1 . Beberapa bentuk pembelajaran kooperatif


1.1.Kaedah Jigsaw II


Dalam kaedah ini, setiap ahli kumpulan menjadi 'juru' dalam sub-unit sesuatu topik. Setelah masing-masing memahami bahagian masing-masing, setiap 'juru' mengajarnya pula kepada ahli kumpulan yang lain. Soal-jawab atau perbincangan yang berlaku semasa proses ini membolehkan 'juru' dan ahli sama-sama memikirkan pembentangan yang diberi, ini meningkatkan pemahaman dan ingatan. Selain dari itu, kaedah ini juga memberi peluang kepada pelajar yang kurang cemerlang dan mengajar mereka untuk menjadi 'guru' dan mengajar mereka yang mempunyai prestasi akademik lebih baik daripadanya, secara tidak langsung meningkatkan keyakinan diri mereka.


1.2.Kaedah STAD


STAD merupakan akronim bagi Student Teams Achievement Divisions. Pembelajaran dalam kumpulan kecil dilakukan bagi sesuatu topik. Kaedah perbincangan ini boleh menggunakan kaedah Jigsaw II atau pendekatan lain. Selepas itu kuiz bertulis secara individu akan diberikan untuk menguji pemahaman pelajar. Setiap pelajar akan mendapat markah individu, peningkatan kemajuan yang ditunjukkan oleh setiap pelajar akan dikira dengan mengambil markah terbaru dan ditolak dengan purata markah pelajar itu sendiri. Perbezaan markah individu akan dikumpulkan untuk menjadi markah kumpulan. Di sebabkan markah kumpulan diperolehi berdasarkan peningkatan ahli kumpulan, ahli kumpulan akan saling bekerjasama supaya mendapat markah yang maksimum.

1.3. TAI


TAI( Team Assisted Individualization) dibentuk menggabungkan antara motivasi dan insentif kepada kumpulan. Program yang diberikan mestilah bersesuaian dengan kemahiran yang dipunyai oleh setiap pelajar. Pelajar dalam setiap kumpulan mestilah terdiri daripada pelajar yang mempunyai keupayaan yang berbeza-beza. Ahli kumpulan yang bekerja secara berpasangan akan bertukar-tukar helaian jawapan kerja yang telah dibuat. Ahli kumpulan bertanggungjawab memastikan rakan-rakan dalam kumpulan bersedia untuk menduduki ujian akhir setiap unit. Skor mingguan yang diperolehi oleh kumpulan akan dijumlahkan , kumpulan yang melebihi skor yang ditetapkan akan diberikansijil.


1.4. TGT


Metode TGT dikembangkan oleh David d Vries dan Keith Edwards awalnya oleh johns Hopkins. TGT menggunakan guru dan kelompok kerja yang sama dengan STAD tatpi menambahkan tournament kuis mingguan, dimana siswa-siswa melakukan permainan akademik dengan anggota kelompok lain yang pada akhirnya mengahsilkan record atau rangking kelompok. Dalam setiap turnament terdiri dari 3 orang. Skor tertinggi akan menyumbangkan angka 60 bagi teamnnya, selanjutnya yang kalah akan berhadapan dengan yang kalah yang menang berhadapan dengan yang menang. TGT memiliki banyak dinamika yang sama dengan STAD hamya ditambah permainan. Permainan disisipkan bersama-sama dalam kelompok dan menjelaskan masalah tetapi ketika permainan berlangsung maka peserta bekerja secara individual.

1.5. CIRC


Metode ini khusus digunakan untuk pembelajaran bahasa khususnya menulis dan membaca pada kelas atas dan menengah sekolah dasar. (Madden, Slavin dan Stevans 1986) pada metode ini guru menggunakan novel dan bahan bacaan. Bisa menggunakan kelompok membaca atau tidak dengan cara membaca tradisional, siswa ditugaskan untuk menyusun team belajar dari 2 atau lebih level yang berbeda. Siswa-siswa belajar dengan pasangan teamnya dalam aktifitas kognitif yang sama termasuk membacakan satu sama lain, menulis tanggapan, membuat ringkasan, dan praktek speling, menguraikan dan kosa kata. Siswa juga bekerja dalam kelompoknya untuk mengusai ide pokok dan ketrampilan lainnya. Selama periode ini siswa menulis kajian-kajian, draf, merefisi, dan mengedit pekerjaan satuu sama lain. Dalam aktifitas CIRC siswa mengikuti rangkaian pengajaran guru, praktek kelompok, pra evaaluasi team dan siswa tidak diperbolehkan mengikuti ujian sampai semua anggota team siap. Pengahargaan team dan setifikat diberikan berdasarkan rata-rata penampilan semua anggota team membaca dan aktifitas menulis, karena siswa-siswa diprioritaskan pada level membaca dan mereka memiliki kesempatan yang sama.


1.6.Group investigation


Metode ini dikembangkan oleh Shlamo dan Yael Sharan dari Universitas Tel Aviv. Secara umum pembelajaran direncanakan secara teratur dimana siswa bekerja dalam kelompok kecil, kelomppok diskusi dan bekerja sama membuat rencana dan pekerjaan. (Sharan dan Sharan, 1992). Kegiatan pembelajaran dalam metode ini siswa membentuk kelompok –kelompok kecil 2-6 orang. Kelompok-kelompok memilih topic dari unit pembelajaran yang sedang dipelajari, memecahkannya menjadi tugas individu kemudian mempersiapkan laporan kelompok secara bersama-sama, kemudian hasil kerja kelompok dipresentasikan kepada semua anggota kelas.


1.7.Learning together


Pembelajaran bersama (learning together) dikembangkan oleh David dan roger di Universitas Minnesota, dikembangkan dari model learning together dalam pembelajaran kooperatif (Jhonson & Jhonson 1987), (Jhonson dan jhonson dan Smith 1991). Metode yang ditelliti meliputi lembaran kerja siswa dalam kelompok keterogen dengan 4-5 anggota dan tugas. Hasil kerja kelompok adalah lembaran tunggal dan menerima penghargaan dan pujian berdasarkan hasil kerja kelompok.


1.8.Complex instruction


Dikembangkan oleh Elisabeth Cohen (1986) dan teman-teman di Stanford University. Pendekatan yang digunakan adalah pembelajaran kooperatif yang mempertahankan penemuan, bagian dari sains, matematika dan pelajaran-pelajaran social. Fokus utamanya adalah membangun respect untuk seluruh kemampuan yang dimiliki oleh siswa (memafaatkan seluruh kemampuan siswa). Pekerjaan dan pembelajaran kompleks memerlukan peran dan ketrampilan dan guru berusaha mebantu semua siswa dalam kelas untuk mencapai sukses. Pembelajaran kompleks khususnya biasanya digunakan dalam pembelajaran dengan dua bahasa.

1.9. Struktured Dyadic


Dalam metode ini siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri dari 4 anggota yang dianggap dapat bekerja sama, dimana pasangan siswa saling membelajarkan satu sama lain. Metode ini menjadikan siswa sebagai pembelajar. Siswa berperan sebagai guru(pembelajar sekaligus pebelajar (Dansereau 1988), metode ini juga dapat digunakan dalam periode waktu yang lama.

2. Beberapa strategi meningkatkan keberkesanan pembelajaran kooperatif

Pembahagian kumpulan yang membolehkan ahli-ahli dalam kumpulan bekerja dengan berkesan bersama-sama.Faktor yang paling utama di sini ialah bilangan ahli dalam kumpulan. Kumpulan kecil mengandung tiga atau empat ahli didapati paling efektif. Kumpulan yang terlalu besar kurang efektif kerana pembabitan ahli kumpulan cenderung menjadi tidak sama rata. Disamping itu, pembentukan kumpulan sebaiknya dilakukan oleh guru bagi mengelakkan pelajar berkumpul sesama 'klik' mereka sahaja.
Tugasan perlu distruktur sebegitu rupa supaya ahli kumpulan saling bergantung untuk mencapai objektif yang ditentukan. Elakkan memberi tugasan yang boleh diselesaikan tanpa perlu pembabitan setiap ahli kumpulan. Ini boleh menyebabkanada ahli kumpulan yang 'lepas tangan' ataupun dipinggirkan oleh orang lain, dan bagi pelajar ini, pengalaman pembelajaran sepenuhnya tidak dapat dicapai.


Jadikan tanggungjawab pencapaian terletak di kedua-dua tahap individu dan kumpulan. Satu cara ialah melalui pemberian markah. Setiap pelajar mendapat markah individu dan markah kumpulan bergantung kepada markah individu. Dengan cara itu setiap pelajar mempunyai motivasi untuk melakukan yang terbaik untuk diri sendiri dan juga kumpulan.
Berikan garis panduan tingkahlaku dan kemahiran berkomunikasi kepada pelajar. Guru perlu menjelaskan kepada pelajar apakah tingkahlaku yang wajar dan tidak wajar semasa pembelajaran kooperatif berlaku. Guru juga perlu meberikan asas kemahiran komunikasi misalnya bagaimana menyuarakan pendapat dan bagaimana menghadapi percanggahan pendapat.


Pastikan jenis dan amaun interaksi antara pelajar berpatutan. Guru perlu mengawasi interaksi yang berlaku semasa pelajar menjalankan aktiviti kumpulan di dalam kelas. Perbincangan yang berlaku seharusnya yang berkaitan dengan tugasan . Interaksi juga harus berlaku di antara setiap ahli kumpulan dan tidak meminggirkan mana-mana ahli kumpulan. Perbincangan dan keputusan juga tidak dimonopoli oleh ahli kumpulan tertentu sahaja.


3. Bagaimana pembelajaran kooperatif dilaksanakan :

Contoh :


Tipe Jigsaw II


Menyiapkan materi dengan langkah-langkah berikut :


1.Memilih satu topic sebagai materi terakhir untuk 2 atau 3 hari.

2.Membentuk kelompok diskusi

3Membentuk tim ahli untuk setiap unit/topic


4.Membuat kuis, esay, jenis pengukuran lain untuk setiap unit.


5.Membuat kerangka diskusi


Siklus aktifitas pembelajaran dengan Jigsaw II


- Membaca


- Diskusi kelompok ahli


- Masing –masing ahli kembali kekelompok untuk diskusi pada kkelompok asal


- Laporan hasil diskusi kelompok


- Test



B. KUTIF

1. Pembelajaran Kooperatif

Robert E Slavin (2005: 2) menyatakan:


"Cooperative learning refers to a variety of teaching methods in which students work in small groups to help one another learn academic content. In cooperative classrooms, students are expected to help each other, to discuss and argue with each other, to assess each other’s current knowledge and fill in gaps in each other’s understanding. "


yang artinya kurang lebih sebagai berikut:


"Pembelajaran kooperatif berdasarkan pada berbagai macam metode pengajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif siswa diharapkan dapat saling membantu, saling berdiskusi dan berpendapat, untuk mengasah pengetahuan yang telah mereka kuasai dan mengurangi kesenjangan pemahaman siswa yang lain."

Akan tetapi pada kenyataan di lapangan hal tersebut tidaklah semudah yang dibayangkan. Guru dalam menerapkan metode tersebut dituntut untuk bisa mengkondisikan siswa dalam kegiatan belajar kooperatif untuk belajar materi yang seharusnya dipelajari sesuai dengan silabus. Bukan hal yang tidak mungkin bahwa materi yang seharusnya dipelajari dalam kegiatan pembelajaran tersebut tidak tercapai target pembelajarannya apabila guru yang bersangkutan kurang bisa mendesain pembelajaran, mengarahkan siswa, dan membimbing siswa pada materi yang dipelajari.
Selain hal-hal tersebut, guru juga harus mengetahui kemampuan awal siswa tentang materi yang dibutuhkan untuk mempelajari materi yang akan dipelajari. Hal tersebut dikarenakan apabila kemampuan awal siswa kurang cukup tentang materi yang dibutuhkan untuk mempelajari materi yang baru, maka akan mengganggu jalannya kegiatan pembelajaran, bahkan bisa jadi tidak didapat kesimpulan dalam kegiatan pembelajaran kooperatif yang dijalankan ini.


Oleh karena hal-hal tersebut di atas, pengetahuan guru maupun calon guru perlu ditingkatkan dalam hal mendesain pembelajaran menggunakan pembelajaran kooperatif agar sesuai dengan yang diharapkan.


2. Kaedah Pembelajaran Koperatif


Pembelajaran koperatif merujuk kepada kaedah pengajaran yang memerlukan murid dari pelbagai kebolehan bekerjasama dalam kumpulan kecil untuk mencapai satu matlamat yang sama (Slavin, 1982). Sasaran adalah tahap pembelajaran yang maksimum bukan sahaja untuk diri sendiri, tetapi juga untuk rakan-rakan yang lain. Lima unsur asas dalam pembelajaran koperatif adalah: saling bergantung antara satu sama lain secara positif, saling berinteraksi secara bersemuka, akauntabiliti individu atas pembelajaran diri sendiri, kemahiran koperatif, dan pemprosesan kumpulan. Ganjaran diberi kepada individu dan kumpulan dalam pelaksanaan kaedah ini. Individu dalam kumpulan dikehendaki menunjukkan kefahaman masing-masing dan memainkan peranan berbeza bergilir-gilir. Kemahiran sosial dan pemprosesan kumpulan digalakkan. Beberapa cara pembelajaran koperatif telah diperkembangkan oleh tokoh-tokoh pendidikan, misalnya Jigsaw, TGT (teams-games-tournaments), STAD (Students Teams- Achievement Division), Belajar Bersama (Learning together), Permainan Panggil Nombor (Numbered
Heads), dan Meja Bulat (Round Table).


Pengajaran sebaya memainkan peranan yang sangat penting menurut cara Jigsaw.
Dalam cara ini, pembahagian tugas dibagihkan di kalangan murid dalam kumpulan pelbagai kebolehan. Bahan pembelajaran dipecahkan kepada topik-topik kecil. Setiap murid dibagihkan tugas untuk mempelajari satu topik kecil. Setelah menguasai topik kecil sendiri, murid akan mengajar rekan-rekan lain dalam kumpulannya sehingga semua ahli kumpulan menguasai semua topik kecil itu. Selepas itu satu aktivitas dijalankan untuk menguji sama semua ahli kumpulan berjaya memahami dan menyempurnakan tugasan yang diberi. Jigsaw merupakan cara pengajaran berpusatkan murid. Kemungkinan besar bahan baru dapat dikaitkan dengan pengetahuan sedia ada dan membantu penstrukturan semula idea.


Pembelajaran koperatif menggalakkan murid berinteraksi secara aktif dan positif dalam kumpulan. Ini membolehkan perkongsian idea dan pemeriksaan idea sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah konstruktivisme.
Pembelajaran kooperatif telah menjadi salah satu pembaharuan dalam pergerakan reformasi pendidikan. Pembelajaran kooperatif sebenarnya merangkum banyak jenis bentuk pengajaran dan pembelajaran. Asasya ia menggalakkan pelajar belajar bersama-sama dengan berkesan melalui pembentukan kumpulan yang homogen seperti dalam pendidikan inklutif. Hanya boleh digunakan oleh pelbagai kumpulan umur dan dalam pelbagai mata pelajaran.Pembelajaran kooperatif dilaksanakan dalam kumpulan kecil supaya pelajar-pelajar dapat berkerjasama dalam kumpulan untuk mempelajari isi kandungan pelajaran dengan pelbagai kemahiran sosial. Secara dasarnya, pembelajaran kooperatif melibatkan pelajar bekerjasama dalam mencapai satu-satu objektif pembelajaran (Johnson & Johnson, 1991)


Penelitian tentang kooperatif telah dilakukan pada tahun 1920 oleh Social Psychological tetapi penelitian secara spesifik dalam aplikasi dikelas baru dimulai pada tahun 1970. Pada saat itu empat kelompok peneliti mulai meneliti dan mengembangkan metode pembelajaran kooperatif dalam kelas. Sejak saat itu para peneliti diseluruh dunia mulai menerapkan pembelajaran kooperatif dalam kegiatan belajar mengajar didalam kelas, dan pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang sangat cocok. Robert E. Slavin,1994, p. 4)


Pembelajaran kooperatif adalah metode pembelajaran dimana siswa diberi kesempatan untuk bekerja dalam kelompok kecil, membantu satu sama lain untuk mempelajari isi pelajaran. “Kooperatif learning refers to a variety of teaching methods in which student work in small groups to help one another learn academic content”. (P. 3)


Enam prinsip pembelajaran kooperatif menurut Robert E. Slavin p.12):


1.Tujuan kelompok


2.Tanggung jawab individu


3.Kesempatan bersama-sama untuk sukses (STAD, TGT, TAI,CIRC)


4.Kompetisi antar team (STAD, TGT)


5.Tugas khusus.( Jenis pembelajaran jigsaw)


6.Memperhatikan kebutuhan individu (tidak semua jenis pembelajaran kooperatif tetapi dua diantaranya yang memperhatikan kebutuhan individu adalah TAI dan CIRC)








BAB III

ARGUMENTASI

1. ISI BUKU

Buku ini memberikan dua tipe informasi kepada pembaca. Yang pertama adalah pemahaman praktis dan mengenai pembelajaran kooperatif, teori serta penelitian yang mendasari praktik di dalam kelas. Buku ini memiliki pemahaman yang jauh lebih mencerahkan mengenai bagaimana pembelajaran kooperatif menciptakan pengaruh-pengaruhnya dan bagaimana para guru dapat menggunakan metode ini untuk melihat bahwa semua siswa memang telah menangkap pelajaran dari mereka. Pedoman yang diberikan di sini bersifat praktis, yang tersusun dalam petunjuk bertahap yang telah dengan sukses digunakan oleh banyak guru dalam tiap tingkatan kelas dan dalam berbagai subyek.

Buku ini cocok digunakan dalam kursusu-kursus dan lokakarya inti maupun pelengkap bersama para guru atau calon guru. Juga digunakan sebagai manual bagi guru tunggal yang ingin mengunakan metode kooperatif sesuai dengan kebutuhan .

Buku ini menarik dari pembelajaran kooperatif adalah bahwa ia membuat dirinya menjadi alat stimulus yang sangat baik, sehingga sangat logis jika memilih menggunakan metode-metode pembelajaran kooperatif.

Pembelajaran kooperatif bukanlah gagasan baru dalam pendidikan , tetapi sebelum masa belakang ini , metode ini hanya digunakan oleh beberapa guru untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti tugas-tugas atau laporan kelompok tertentu. Namun demikian, penelitian telah mengidentifikasikan metode pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan secara efektif pada setiap tingkatan kelas dan untuk mengajarkan berbagai macam mata pelajaran. Mulai dari matematika, memebaca, menulis samapai pada ilmu pengetahuan ilmiah, mulai dari kemampuan dasar sampai pemecahan masalah-masalah yang kompleks. Lebih daripada itu, pembelajaran kooperatif juga dapat digunakan sebagai cara utama dalam mengatur kelas untuk pengajaran.

Pembelajaran kooperatif memasuki jalur utama prktik pendidikan. Salah satunya adalah berdasarkan penelitian dasar yang mendukung penggunaan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan pencapaian prestasi para siswa, dan juga akibat-akibat positif lainnya yang dapat mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan raa harga diri. Alasan lain tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa perlu belajar untuk berpikir, menyelesaiakn masalaah , dan mengintegrasikan serta mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan mereka, dan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan saran yang sangat baik untuk mencapai hal-hal yang semacam itu.

Keberhasilan pendidikan sangat ditentukan oleh akademik intelektual dan penampilan moral seorang. Bagaimanapun nilai raport dan hasil ujiannya.Pada sikap dan perilakunya akan menjadi tolok ukur bagi keberhasilan lembaga pendidikan tempat ia belajar. Apabila dikaji lebih lanjut berdasarkan teori yang telah ada maka salah satu alternatif peningkatan kualitas pembelajaran pada sekolah yang menekankan pendidikan kecerdasan akademik dan moral atau akhlak adalah

penerapan teori kognitif. Teori belajar konstruktivis adalah salah satu penerapan teori kognitif.

Salah satu implikasi teori belajar konstruktivis dalam pembelajaran adalah penerapan pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif siswa atau peserta didik lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskuiskan masalah-masalah tersebut dengan temannya. Melalui diskusi dalam pembelajaran kooperatif akan terjalin komunikasi di mana siswa saling berbagi ide atau pendapat. Melalui diskusi akan terjadi elaborasi kognitif yang baik, sehingga dapat meningkatkan daya nalar, keterlibatan siswa dalam pembelajaran dan memberi kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan pendapatnya Beberapa penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki dampak yang positif terhadap kegiatan belajar mengajar, yakni dapat meningkatkan aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran,

meningkatkan ketercapaian TPK, dan dapat meningkatkan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran berikutnya.

Selain itu, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan lingkungan belajar di mana siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang heterogen, untuk menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran. Siswa melakukan interaksi sosial untuk mempelajari materi yang diberikan kepadanya, dan bertanggung jawab untuk menjelaskan kepada anggota kelompoknya. Jadi, siswa dilatih untuk berani berinteraksi dengan teman-temannya.

Keseluruhan aspek kooperatif yang dilakukan oleh siswa selama pembelajaran yang berorientasi kooperatif merupakan bagian dari pendidikan akhlak atau moral kepada peserta didik. Dan apabila keterampilan-keterampilan kooperatif terus dilatihkan kepada siswa selama pembelajaran maka cermin siswa yang berakhlak mulia yang ditunjukkan dengan sikap-sikap positif dapat tercapai.

.

2. Kelebihan pembelajaran kooperatif


Walaupun pembelajaran kooperatif menimbulkan keresahan kepada ibu bapa yang khuatir akan kecairan pembelajaran apabila pelajar yang cerdas berada di dalam kumpulan yang kurang cerdas, tetapi menurut Slavin ( 1991) ia akan memberi faedah kepada golongan yang berbeza kebolehan yang belajar dalam satu kumpulan. Kajian menunjukkan pembelajaran kooperatif boleh meningkatkan pencapaian dan kemahiran kognitif pelajar. Jika dijalankan dengan sempurna, setiap pelajar mempunyai tanggungjawab untuk memahami sesuatu subtopik serta berpeluang berkongsi pengetahuannya dengan ahli kumpulan yang lain. Untuk tujuan ini , pelajar perlu betul-betul memahami subtopik itu, bukan sekadar menghafal sesuatu topik. Ini mengakibatkan pemprosesan pada aras yang lebih tinggi,yang meningkatkan daya ingatan dan seterusnya membolehkan mereka menunjukkan pencapaian yang lebih baik.

Kajian juga menunjukkan pembelajaran kognitif boleh memberbaiki kemahiran sosial pelajar. Ahli-ahli dalam kumpulan perlu bekerjasama untuk mencapai objektif pembelajaran. Secara tidak langsung, mereka perlu mempelajari atau memperbaiki kemahiran sosial mereka. Pelajar yang bersuara perlahan perlu meninggikan suara supaya didengari dan difahami oleh ahli kumpulan lain. Teguran sesama ahli perlu dilakukan dengan sewajarnya agar dinamik kumpulan tidak hancur dan gerak kerja berjalan lancar.

Menurut Kagan (1994) , pembelajaran kooperatif bagi golongan berbakat telah membawa banyak keberkesanan atau faedah seperti berikut :


ØMemperbaiki hubungan sosial

ØMeningkatkanpencapaian
Ø Meningkatkan kemahiran kepimpinan

ØMeningkatkan kemahiran sosial

Ø Meningkatkan tahap kemahiran aras tinggi

Ø Meningkatkan kemahiran teknologi

Ø Meningkatkan keyakinan diri.

BAB IV

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Pembelajaran kooperatif berdasarkan pada berbagai macam metode pengajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif siswa diharapkan dapat saling membantu, saling berdiskusi dan berpendapat, untuk mengasah pengetahuan yang telah mereka kuasai dan mengurangi kesenjangan pemahaman siswa yang lain.

Beberapa bentuk pembelajaran kooperatif:

1. Kaedah Jigsaw II

2. Kaedah STAD

3. TAI

4. TGT

5. CIRC

6. Group investigation

7. Learning together

8 .Complex instruction

9. Struktured Dyadic

Enam prinsip pembelajaran kooperatif menurut Robert E. Slavin p.12):


1.Tujuan kelompok


2.Tanggung jawab individu


3.Kesempatan bersama-sama untuk sukses (STAD, TGT, TAI,CIRC)


4.Kompetisi antar team (STAD, TGT)


5.Tugas khusus.( Jenis pembelajaran jigsaw)


6.Memperhatikan kebutuhan individu (tidak semua jenis pembelajaran kooperatif tetapi dua diantaranya yang memperhatikan kebutuhan individu adalah TAI dan CIRC)


2. SARAN

Diharapkan guru-guru dapat menggunakan pembelajaran Kooperatif dengan beberapa bentuk pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

3. DAFTAR PUSTAKA

- Arends, R. 1997. Classroom Instruction and Management. Mc Grow-Hill Companies Inc. New York.

- Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning; Teori, Riset dan Praktik. Allyn Bacon. Boston.

-Yusuf dan Natalina 2005 : Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berlandaskan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional, berkewajiban menetapkan berbagai peraturan tentang standar penyelenggaraan pendidikan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Standar nasional pendidikan yang dimaksud meliputi: (1) standar isi, (2) standar kompetensi lulusan, (3) standar proses, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian pendidikan.

Dalam pencapaian standar isi (SI) yang memuat standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dicapai oleh peserta didik setelah melalui pembelajaran dalam jenjang dan waktu tertentu, sehingga pada gilirannya mencapai standar kompetensi lulusan (SKL) setelah menyelesaikan pembelajaran pada satuan pendidikan tertentu secara tuntas. Agar peserta didik dapat mencapai SK, KD, maupun SKL secara optimal, perlu didukung oleh berbagai standar lainnya dalam sebuah sistem yang utuh. Salah satu standar tersebut adalah standar proses.

PP nomor 19 tahun 2005 yang berkaitan dengan standar proses mengisyaratkan bahwa guru diharapkan dapat mengembangkan perencanaan pembelajaran, yang kemudian dipertegas malalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses, yang antara lain mengatur tentang perencanaan proses pembelajaran yang mensyaratkan bagi pendidik pada satuan pendidikan untuk mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal, baik yang menerapkan sistem paket maupun sistem kredit semester (SKS).

Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Selain itu, pada lampiran Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, juga diatur tentang berbagai kompetensi yang harus dimiliki oleh pendidik, baik yang bersifat kompetensi inti maupun kompetensi mata pelajaran. Bagi guru pada satuan pendidikan jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), baik dalam tuntutan kompetensi pedagogik maupun kompetensi profesional, berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam mengembangkan perencanaan pembelajaran secara memadai.

Oleh karena itu, disamping sebagai implementasi dari Permendiknas nomor 25 tahun 2006 tentang Rincian Tugas Unit Kerja di Lingkungan Ditjen Mandikdasmen bahwa rincian tugas Subdirektorat Pembelajaran - Dit. PSMA (yang antara lain disebutkan bahwa melaksanakan penyiapan bahan penyusunan pedoman dan prosedur pelaksanaan pembelajaran, termasuk penyusunan pedoman pelaksanaan kurikulum) dipandang perlu menyusun panduan bagi guru SMA sehingga dapat dijadikan salah satu referensi dalam pengembangan RPP.


B. Tujuan

Penyusunan Panduan ini bertujuan :
1. Menjelaskan pengertian RPP;
2. arti penting proses perencanaan pembelajaran dalam proses pencapaian kompetensi siswa.
3. Menjelaskan komponen RPP
4. Menjelaskan prinsip-prinsip penyusunan RPP
5. Menjelaskan langkah-langkah penyusunan RPP.


C. Manfaat

Perencanaan pembelajaran merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah. Melalui perencanaan pembelajaran yang baik, guru akan lebih mudah dalam melaksanakan pembelajaran dan siswa akan lebih terbantu dan mudah dalam belajar. Perencanaan pembelajaran dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik, sekolah, mata pelajaran, dsb.

Buku ini disusun dengan harapan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dengan pengembangan perencanaan pembelajaran, seperti kepala sekolah, guru, pengawas sekolah menengah atas maupun pembina pendidikan lainnya. Bagi kepala sekolah panduan ini dapat dijadikan bahan pembinaan terhadap guru sebagai bagian dari tugasnya dalam melakukan supervisi terhadap proses perencanaan pembelajaran.

Bagi guru, panduan ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu referensi untuk meningkatkan kompetensi dalam pengembangan perencanaan pembelajaran. Sehingga akan menghasilkan satu kegiatan pembelajaran yang berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Bagi pengawas sekolah menengah atas atau para pembina pendidikan lainnya keberadaan panduan juga diharapkan mendatangkan manfaat dalam melakukan supervisi dan memberikan layanan profesional, berupa bimbingan teknis dan pendampingan secara terprogram dan berkelanjutan.



























BAB II
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)


A. Pengertian

Berdasarkan PP 19 Tahun 2005 Pasal 20 dinyatakan bahwa:
”Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar”.

Sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses dijelaskan bahwa RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan ke¬giatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

B. Komponen RPP

RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.

Komponen RPP adalah:
1. Identitas mata pelajaran, meliputi:
a. satuan pendidikan,
b. kelas,
c. semester,
d. program studi,
e. mata pela¬jaran atau tema pelajaran,
f. jumlah pertemuan.
2. standar kompetensi
merupakan kualifikasi kemam¬puan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.
3. kompetensi dasar,
adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran ter¬tentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompe-tensi dalam suatu pelajaran.
4. indikator pencapaian kompetensi,
adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilai¬an mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja opera¬sional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
5. tujuan pembelajaran,
menggambarkan proses dan ha¬sil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
6. materi ajar,
memuat fakta, konsep, prinsip, dan pro¬sedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompe¬tensi.
7. alokasi waktu,
ditentukan sesuai dengan keperluan un¬tuk pencapaian KD dan beban belajar.
8. metode pembelajaran,
digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembela¬jaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemi¬lihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situ¬asi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran.
9. kegiatan pembelajaran :
a. Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan un¬tuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
b. Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran di¬lakukan secara interaktif, inspiratif, menyenang¬kan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
c. Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan un¬tuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau simpul¬an, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindaklanjut.

10. Penilaian hasil belajar
Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kom¬petensi dan mengacu kepada Standar Penilaian.

11. Sumber belajar
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kom¬petensi.


C. PRINSIP-PRINSIP PENYUSUNAN RPP
1. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik
RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.
2. Mendorong partisipasi aktif peserta didik
Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, krea¬tivitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar.
3. Mengembangkan budaya membaca dan menulis Proses pembelajaran dirancang untuk mengembang¬kan kegemaran membaca, pemahaman beragam ba¬caan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
4. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut
RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.
5. Keterkaitan dan keterpaduan
RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD, materi pembelajaran, ke¬giatan pembelajaran, indikator pencapaian kompeten¬si, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengako¬modasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.
6. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi
RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegra¬si, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.






D. LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN RPP
Langkah-langkah minimal dari penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dimulai dari mencantumkan Identitas RPP, Tujuan Pembelajaran, Materi Pembelajaran, Metode Pembelajaran, Langkah-langkah Kegiatan pembelajaran, Sumber Belajar, dan Penilaian. Setiap komponen mempunyai arah pengembangan masing-masing, namun semua merupakan suatu kesatuan.

Penjelasan tiap-tiap komponen adalah sebagai berikut.
1. Mencantumkan Identitas
Terdiri dari: Nama sekolah, Mata Pelajaran, Kelas¬, Semester, Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator dan Alokasi Waktu.
Hal yang perlu diperhatikan adalah :
a. RPP boleh disusun untuk satu Kompetensi Dasar.
b. Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator dikutip dari silabus. (Standar kompetensi – Kompetensi Dasar – Indikator adalah suatu alur pikir yang saling terkait tidak dapat dipisahkan)
c. Indikator merupakan:
 ciri perilaku (bukti terukur) yang dapat memberikan gambaran bahwa peserta didik telah mencapai kompetensi dasar
 penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
 dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, satuan pendidikan, dan potensi daerah.
 rumusannya menggunakan kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi.
 digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.
d. Alokasi waktu diperhitungkan untuk pencapaian satu kompetensi dasar, dinyatakan dalam jam pelajaran dan banyaknya pertemuan (contoh: 2 x 45 menit). Karena itu, waktu untuk mencapai suatu kompetensi dasar dapat diperhitungkan dalam satu atau beberapa kali pertemuan bergantung pada kompetensi dasarnya.

2. Merumuskan Tujuan Pembelajaran
Output (hasil langsung) dari satu paket kegiatan pembelajaran.
Misalnya:
Kegiatan pembelajaran: ”Mendapat informasi tentang sistem peredaran darah pada manusia”.
Tujuan pembelajaran, boleh salah satu atau keseluruhan tujuan pembelajaran, misalnya peserta didik dapat:
1. mendeskripsikan mekanisme peredaran darah pada manusia.
2. menyebutkan bagian-bagian jantung.
3. merespon dengan baik pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh teman-teman sekelasnya.
4. mengulang kembali informasi tentang peredaran darah yang telah disampaikan oleh guru.
Bila pembelajaran dilakukan lebih dari 1 (satu) pertemuan, ada baiknya tujuan pembelajaran juga dibedakan menurut waktu pertemuan, sehingga tiap pertemuan dapat memberikan hasil.

3. Menetukan Materi Pembelajaran
Untuk memudahkan penetapan materi pembelajaran, dapat diacu dari indikator.
Contoh:
Indikator: Peserta didik dapat menyebutkan ciri-ciri kehidupan.
Materi pembelajaran:
Ciri-Ciri Kehidupan:
Nutrisi, bergerak, bereproduksi, transportasi, regulasi, iritabilitas, bernapas, dan ekskresi.

4. Menentukan Metode Pembelajaran
Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi dapat pula diartikan sebagai model atau pendekatan pembelajaran, bergantung pada karakteristik pendekatan dan/atau strategi yang dipilih.
Karena itu pada bagian ini cantumkan pendekatan pembelajaran dan metode yang diintegrasikan dalam satu kegiatan pembelajaran peserta didik:
a. Pendekatan pembelajaran yang digunakan, misalnya: pendekatan proses, kontekstual, pembelajaran langsung, pemecahan masalah, dan sebagainya.
b. Metode-metode yang digunakan, misalnya: ceramah, inkuiri, observasi, tanya jawab, e-learning dan sebagainya.

5. Menetapkan Kegiatan Pembelajaran
a. Untuk mencapai suatu kompetensi dasar harus dicantumkan langkah-langkah kegiatan setiap pertemuan. Pada dasarnya, langkah-langkah kegiatan memuat unsur kegiatan pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

Langkah-langkah minimal yang harus dipenuhi pada setiap unsur kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan Pendahuluan
 Orientasi: memusatkan perhatian peserta didik pada materi yang akan dibelajarkan, dengan cara menunjukkan benda yang menarik, memberikan illustrasi, membaca berita di surat kabar, menampilkan slide animasi dan sebagainya.
 Apersepsi: memberikan persepsi awal kepada peserta didik tentang materi yang akan diajarkan.
 Motivasi: Guru memberikan gambaran manfaat mempelajari gempa bumi, bidang-bidang pekerjaan berkaitan dengan gempa bumi, dsb.
 Pemberian Acuan: biasanya berkaitan dengan kajian ilmu yang akan dipelajari. Acuan dapat berupa penjelasan materi pokok dan uraian materi pelajaran secara garis besar.
 Pembagian kelompok belajar dan penjelasan mekanisme pelak-sana¬an pengalaman belajar (sesuai dengan rencana langkah-langkah pembelajaran).

2. Kegiatan Inti
Berisi langkah-langkah sistematis yang dilalui peserta didik untuk dapat mengkonstruksi ilmu sesuai dengan skemata (frame work) masing-masing. Langkah-langkah tersebut disusun sedemikian rupa agar peserta didik dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagaimana dituangkan pada tujuan pembelajaran dan indikator.
Untuk memudahkan, biasanya kegiatan inti dilengkapi dengan Lembaran Kerja Siswa (LKS), baik yang berjenis cetak atau noncetak. Khusus untuk pembelajaran berbasis ICT yang online dengan koneksi internet, langkah-langkah kerja peserta didik harus dirumuskan detil mengenai waktu akses dan alamat website yang jelas. Termasuk alternatif yang harus ditempuh jika koneksi mengalami kegagalan.

3. Kegiatan penutup
 Guru mengarahkan peserta didik untuk membuat rangkuman/simpulan.
 Guru memeriksa hasil belajar peserta didik. Dapat dengan memberikan tes tertulis atau tes lisan atau meminta peserta didik untuk mengulang kembali simpulan yang telah disusun atau dalam bentuk tanya jawab dengan mengambil ± 25% peserta didik sebagai sampelnya.
 Memberikan arahan tindak lanjut pembelajaran, dapat berupa kegiatan di luar kelas, di rumah atau tugas sebagai bagian remidi-/pengayaan.

b. Langkah-langkah pembelajaran dimungkinkan disusun dalam bentuk seluruh rangkaian kegiatan, sesuai dengan karakteristik model pembelajaran yang dipilih, menggunakan urutan sintaks sesuai dengan modelnya. Oleh karena itu, kegiatan pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup tidak harus ada dalam setiap pertemuan.

6. Memilih Sumber Belajar
Pemilihan sumber belajar mengacu pada perumusan yang ada dalam silabus yang dikembangkan. Sumber belajar mencakup sumber rujukan, lingkungan, media, narasumber, alat dan bahan. Sumber belajar dituliskan secara lebih operasional, dan bisa langsung dinyatakan bahan ajar apa yang digunakan. Misalnya, sumber belajar dalam silabus dituliskan buku referensi, dalam RPP harus dicantumkan bahan ajar yang sebenarnya.
Jika menggunakan buku, maka harus ditulis judul buku teks tersebut, pengarang, dan halaman yang diacu.
Jika menggunakan bahan ajar berbasis ICT, maka harus ditulis nama file, folder penyimpanan, dan bagian atau link file yang digunakan, atau alamat website yang digunakan sebagai acuan pembelajaran.

7. Menentukan Penilaian
Penilaian dijabarkan atas teknik penilaian, bentuk instrumen, dan instrumen yang dipakai.

Contoh minimal Format Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah sebagai berikut :

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)



A. Identitas
Nama Sekolah : ...................................
Mata Pelajaran : ...................................
Kelas, Semester : ...................................
Standar Kompetensi : ...................................
Kompetensi Dasar : ...................................
Indikator : ...................................
Alokasi Waktu : ..... x ... menit (… pertemuan)

B. Tujuan Pembelajaran
C. Materi Pembelajaran
D. Metode Pembelajaran
E. Kegiatan Pembelajaran
Langkah-langkah :
Pertemuan 1
 Kegiatan Awal
 Kegiatan Inti
 Kegiatan Penutup
Pertemuan 2
 Kegiatan Awal
 Kegiatan Inti
 Kegiatan Penutup
Pertemuan 3. dst
F. Sumber Belajar
G. Penilaian


Mengetahui
Kepala Sekolah..................., Guru Mata Pelajaran,



.................................. ............................
NIP. NIP.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Efek fotolistrik adalah fenomena terlepasnya elektron logam akibat disinari cahaya. Ditinjau dari perspektif sejarah, penemuan efek fotolistrik merupakan salah satu tonggak sejarah kelahiran fisika kuantum. Untuk merumuskan teori yang cocok dengan eksperimen, kita dihadapkan pada situasi dimana paham klasik yang selama puluhan tahun diyakini sebagai paham yang benar, terpaksa harus dirombak. Paham yang dimaksud adalah konsep cahaya sebagai gelombang tidak dirombak, fenomena efek fotolistrik tidak dapat dijelaskan secara baik.
Paham yang baru yang mampu menjelaskan secara teoritis fenomena efek fotolistrik adalah bahwa cahaya sebagai partikel namun demikian, munculnya paham baru ini menimbulkan polemik baru. Penyebabnya adalah bahwa paham cahaya sebagai gelombang telah dibuktikan kehandalannya dalam menjelaskan sejumlah besar fenomena yang berkaitan dengan fenomena difraksi, interferensi, dan polarisasi. Sementara itu, fenomena yang disebutkan tadi tidak dapat dijelaskan berdasarkan paham cahaya sebagai partikel. Untuk mengatasi itu, para ahli sepakat bahwa cahaya memiliki sifat ganda : sebagai gelombang dan sebagai partikel.


B. Tujuan Percobaan
1. Untuk mengamati perilaku cahaya sebagai gelombang menurut teori klasik.
2. Untuk mengamati perilaku cahaya sebagai partikel menurut teori kuantum.
3. Untuk menentukan konstanta Planck.














BAB II
LANDASAN TEORI

Efek fotolistrik adalah fenomena terlepasnya elektron logam akibat disinari cahaya atau gelombang elektromagnetik pada umumnya. Elektron yang terlepas pada efek fotolistrik disebut elektron foto (Photoelektron). Fenomena ini pertama kali diamati oleh Heinrich Hertz (1886-1887) melalui percobaan tabung lucutan. Hertz melihat bahwa lucutan elektrik akan menjadi lebih muda jika cahaya ultraviolet dijatuhkan pada elektroda tabung lucutan (sebagai bahan elektroda digunakan logam natrium). Ini menunjukkan bahwa cahaya ultraviolet dapat melepaskan elektron dari permukaan logam atau sekurang-kurangnya memudahkan elektron terlepas dari logam. Pengamatan Hertz ini kemudian diselidiki lebih lanjut oleh P. Lenard sekitar 18 tahun. Kemudian pada tahun 1905 secara teoritis, Einstein berhasil menjelaskan fenomena ini.
Skema percobaan untuk mempelajari efek fotolistrik disajikan pada gambar 2.1. Peralatan utama terdiri atas plat logam, jendela, galvanometer, dan potensiometer. Plat logam A dan logam K ditempatkan dalam tabung kaca yang dihampakan. Penghampaan ini diperlukan untuk meminimalkan tumbukan antara elektron-foto dengan molekul-molekul gas. Sisi tabung yang berperan sebagai jendela terbuat dari bahan kuarsa, melalui jendela inilah berkas cahaya monokromatis ditembakkan ke plat K sehingga plat melepaskan elektron-foto. Galvanometer (G) digunakan untuk mendeteksi adanya arus listrik yang dihasilkan oleh elektron foto tersebut (sering kali disebut arus fotoelektrik). Potensiometer (hambatan geser) diperlukan untuk mengatur beda potensial antara plat A dan plat B.





Gambar 2.1 Set Percobaan Untuk Mengamati Efek Fotolistrik
Cahaya monokromatis ditembakkan ke plat K yang potensialnya dibuat lebih positif terhadap plat A ternyata untuk cahaya dengan frekuensi tertentu, galvanometer (G) mendeteksi adanya arus listrik. Ini menunjukkan bahwa elektron-foto yang dipancarkan oleh plat K mampu mencapai plat A walaupun plat A memiliki potensial yang lebih negatif dari pada plat K. Ini juga berarti bahwa ketiak terlepas dari plat K elektron sudah memiliki tenaga kinetik yang cukup besar untuk menembus potensial penghalang yang dipasang antara plat K dan A. Untuk menghentikan gerakan elektron-foto (ditunjukkan dengan tidak adanya arus fotoelektrik yang melalui G), diperlukan potensial penghalang V tertentu. Beda potensial yang mampu menghentikan gerak elektron-foto tercepat ini disebut potensial penghenti (stopping potential), yang diberi lambang Vo.
Cacah elektron-foto yang dilepaskan plat K bergantung pada intensitas cahaya. Msing-masing elektron-foto memiliki energi kinetik yang berbeda-beda. Jika elektron-foto tercepat sudah dapat dihentikan oleh potensial penghenti, elektron-foto lainnya otomatis juga dihentikan. Elektron kinetik elektron-foto tercepat dapat diketahui dari nilai Vo. Berdasarkan prinsip kekekalan energi dapat disimpulkan bahwa energi kinetik elektron-foto tercepat sama dengan eVo, dengan e menyatakan muatan elektron sama dengan 1,6 x 10-19 C. Jika energi kinetik elektron tercepat dilambangkan Kmax, maka :
Kmaks = eVo ................. (2.1)
Dalam efek fotolistrik itu ditentukan fakta-fakta eksperimental sebagai berikut:
1. Potensial pemberhenti Vo untuk bahan anoda tertentu tidak bergantung dari intensitas cahaya yang menyinari bahan anoda.







Gambar 2.2 Arus fotolistrik sebanding dengan intensitas cahaya untuk semua rentang potensial.
2. Potensial pemberhenti Vo bergantung dari frekuensi ѵ dari cahaya yang menyinari anoda. Dalam gambar di bawah ini lengkung Io terhadap Vo dibuat untuk keadaan dengan anoda yang sama, dan tiga frekuensi yang berlainan.







Gambar 2.3 Potensial pemberhenti Vo tergantung pada frekuensi cahaya yang datang
3. Untuk satu macam bahan anoda lengkung potensial pemberhenti Vo sebagai fungsi frekuensi v cahaya, merupakan garis yang lurus. Ternyata ada satu frekuensi potong Vo (cut-of frequency) yang menjadi batas efek fotolistrik. Artinya bahwa cahaya dengan frekuensi di bawah harga Vo tidak akan menghasilkan efek fotolistrik berapapun intensitasnya. Setiap bahan anoda mempunyai Vo tersendiri.













Gambar 2.4 Grafik hasil pengukuran potensial pemberhenti sebagai fungsi frekuensi untuk sodium (frekuensi ambang 4,39 x 1014 Hz)
Bagian dari fakta eksperimental di atas tentang efek fotolistrik yang tidak dapat diterangkan dengan konsep gelombang tentang cahaya sebagai berikut :
1. Bahwa Vo (jadi Ek) tidak bergantung dari intensitas cahaya. Menurut konsep gelombang kuat medan E dari cahaya berbanding lurus dengan √I dimana I adalah intensitas cahaya. Jadi bila E besar, tentunya gaya pada elektron dipermukaan anoda juga besar, karena F = eE.
2. Bahwa di bawah frekuensi potong Vo elektron tidak lagi dapat dilepaskan dari permukaan logam. Menurut konsep gelombang, kuat medan E tidak bergantung dari frekuensi, sehingga asal intensitas cukup besar efek fotolistrik yang akan terjadi dan tidak bergantung pada frekuensi cahaya.
Dengan demikian harus dicari penjelasan secara teoritis yang berpijak pada konsep gelombang cahaya. Untuk inilah maka kemudian Einstein mengemukakan postulatnya sebagai berikut :
1. Cahaya itu terdiri dari paket-paket energi (foton) yang bergerak dengan kecepatan c.
2. Bahwa apabila frekuensi cahaya adalah v maka energi foton adalah E = hv.
3. Dalam proses fotolistrik satu foton diserap sepenuhnya oleh elektron pada permukaan logam.
Dengan menggunakan teori Planck Einstein menemukan gejala efek fotolistrik dengan persamaan :
E = hv = EKmaks + Wo ………… (2.2)
Dengan EKmaks = energi kinetik maksimum
Wo = fungsi kerja logam.
Pada umumnya elektron memanfaatkan energi minimum Wo untuk melepaskan diri dari katoda, keluar beberapa energi maksimum EKmaks. Elektron yang mecapai anoda dapat diukur dengan arus fotoelektron. Akan tetapi daya menerapkan potensial balik Vs antara anoda dan katoda, arus fotolistrik dapat dihentikan. EKmaks dapat ditentukan dengan mengukur potensial balik minimum yang diperlukan untuk menghentikan fotoelektron dan mengurangi arus fotolistrik sehingga mencapai nol.
Hubungan antar EK dan Potensial penghenti diberikan oleh :
EKmaks = eVos …………… (2.3)
Maka didapat persamaan Einstein :
hυ = eVso+ Wo …………… (2.4)















BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan
a. Digital Voltmeter (SE – 9589)
b. h/e Apparatus (AP – 936 8)
c. h/e Apparatus Accessory Kit (AB – 9369)
d. Mercury Vapor Light Source (OS – 9286)
B. Prosedur Kerja
Menyusun alat “h/e Apparatus” seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut.











Untuk kegiatan 1 bagian A
1. Mengatur h/e Apparatus sehingga hanya 1 (satu) garis spectral (warna) yang jatuh pada mask fotodioda.
2. Meletakkan filter yang bersesuaian dengan warna spectrum pada White Reflective Mask.
3. Meletakkan variable Transmission Filter di depan White Reflective Mask sehingga cahaya melewati bagian yang bertanda 100 % dan mencapai foto dioda.
4. Mencatat tegangan DVM pada table yang disediakan. Menggerakkan variable Transmission Filter sehingga bagian berikutnya tepat pada cahaya datang. Mencatat VDM dan memperkirakan waktu pemuatan (recharge) setelah tombol discharge ditekan dan dilepaskan.
5. Mengulangi langkah 3 sampai ke lima bagian filter telah diuji. Mengulangi seluruh langkah dengan warna kedua yang berbeda.
Untuk kegiatan 1 bagian B
1. Mengatur h/e Apparatus sehingga hanya satu bagian dari pita warna kuning yang jatuh pada Mask fotodioda. Meletakkan filter kuning pada White Reflective Mask.
2. Mencatat tegangan VDM (potensial penghenti) pada table yang tersedia.
3. Mengulangi percobaan untuk setiap warna di dalam spectrum.

Untuk kegiatan 2
Percobaan ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara energi, panjang gelombang dan cahaya. Dari hubungan tersebut konstanta Planck dapat ditentukan.
1. Memeriksa lima jenis warna dari dua orde pada spectrum Mercury.
2. Mengatur h/e Apparatus dengan hati-hati sehingga hanya satu warna dari orde pertama (orde paling terang) yang jatuh pada bukaan Mask fotodioda.
3. Untuk setiap warna pada setiap orde, mengukur potensial penghenti dengan DVM dan mencatat hasilnya pada table yang diberikan. Menggunakan filter kuning dan hijau pada reflective Mask ketika pengukuran dengan cahaya kuning dan hijau dilakukan.
4. Melanjutkan pengukuran untuk orde kedua, mengulangi seluruh proses di atas.
C. Teknik Analisis Data
1. Metode Tabel.
Pada table ini, untuk table 1 menggambarkan hubungan antara persen transmisi dengan potensial penghenti. Untuk table ke-2, menggambarkan hubungan antara warna spectrum dengan potensial penghenti. Pada table ini, ada lima spectrum warna yang akan ditentukan potensial penghentinya. Dan pada table ke-3, menggambarkan hubungan antara warna orde dengan panjang gelombang, frekuensi dan potensial penghenti.
2. Metode Grafik
Pada grafik yang akan dibuat menggambarkan hubungan antara frekuensi dengan potensial penghenti untuk orde satu dan orde dua. Dari grafik ini, diperoleh konstanta Planck (h) dan nilai fungsi kerja (W).
h = m x e
W = h x fo
dengan, e = muatan electron (1,6 x 10-19)
m = massa electrón ( 9,1 x 10 -31 kg)
fo = frekuensi ambang
h = konstanta Planck
W = fungsi kerja








BAB IV
HASIL PENGAMATAN, ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Tabel 1.1 Hubungan antara % transmisi dengan Potensial Penghenti
Warna 1 % Transmisi Potensial Penghenti (volt)


Kuning 100 0,710
80 0,698
60 0,647
40 0.573
20 0,484
Warna 2 % Transmisi Potensial Penghenti (volt)


Hijau 100 0,765
80 0,731
60 0,692
40 0,631
20 0.555



Tabel 1.2 Hubungan antara warna dengan potensial penghenti.

Warna Potensial Penghenti
(volt)
Kuning 0,930
Hijau 0,941
Biru 1,267
Violet 1,318
Ultraviolet 1,423


Tabel 1.3 Hubungan antara frekuensi dengan potensial penghenti
Warna Orde
Pertama Panjang Gelombang (nm) frekuensi
(x1014 Hz) Potensial Penghenti (volt)
Kuning 578 5,18672 0,545
Hijau 546,074 5,48992 0,661
Biru 435,835 6,87858 1,257
Violet 404,656 7,40858 1,330
Ultraviolet 365,483 8,20264 1,557


Warna Orde
Kedua Panjang Gelombang (nm) frekuensi
(x1014 Hz) Potensial Penghenti (volt)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kawat berarus listrik yang terletak dalam medan magnet dengan arah tegak lurus dengan arah arus maka kawat akan mengalami gaya magnetic sehingga menyebabkan kawat akan melengkung. Namun bagaimana dengan sebuah plat konduktor (lempengan) yang berarus listrik berada dalam medan magnet, apakah plat tersebut akan mengalami gaya ?
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh perubahan temperatur terhadap perubahan panjang benda?
2. Seberapa besar koefisien muai panjang logam besi, aluminium dan kuningan ?
C. Tujuan Percobaan
1. Menentukan besarnya kerapatan dan jenis pembawa muatan dalam bahan tungsten.
2. Menentukan konstanta Hall pada bahan tungsten
3. Menentukan konduktivitas bahan tungsten.




BAB II
LANDASAN TEORI

Efek Hall berkaitan dengan suatu cara pengukuran eksperimental sifat listrik yang dilaporkan oleh E.H. Hall pada tahun 1879. Apabila model elektron bebas terkuantisasi dianut, dan efek ini ingin ditelusuri secara teoritik dengan baik, maka perlu dilakukan telaah seperti yang dilakukan Hall. Dalam telaah Efek Hall disini akan ditempuh pendekatan sederhana, menurut elektron bebas klasik.
Efek Hall adalah pemisahan muatan dalam kawat. Gambar 1 di bawah ini menunjukkan dua lempengan yang mengalirkan arus yang salah satunya menyalurkan arus (I) ke kanan karena sisi kiri lempengan itu dihubungkan dengan terminal positif baterai dan sisi kanan dihubungkan ke terminal negatif baterai.









Gambar 1. Efek Hall dengan pembawa muatan positif
Lempengan ini berada dalam medan magnet yang diarahkan ke bidang buku ini. Untuk saat ini kita asumsikan bahwa arus tersebut terdiri atas muatan positif yang bergerak ke kanan seperti yang ditunjukkan pada gambar 1. Gaya magnetik pada partikel ini adalah qvd x B (dengan v¬d merupakan kerapatan pembawa muatan). Gaya ini mengarah ke atas partikel positif bergerak ke atas lempengan, yang membuat bagian bawah lempengan itu mengandung muatan negatif yang berlebihan. Pemisahan muatan ini menghasilkan medan magnetik pada pembawa muatan.
Apabila medan elektrostatik dan medan magnetic setimbang, maka pembawa muatan tidak lagi bergerak keatas dalam keadaan setimbang, bagian atas lempengan tadi bermuatan lebih positif, sehingga berada pada potensial yang lebih tinggi dari bagian bawah yang bermuatan negatif. Jika arus itu terdiri atas partikel bermuatan negatif, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2 di bawah ini, pembawa muatan harus bergerak ke kiri (karena arusnya masih tetap ke kanan). Gaya magnetik qvd x B dalam hal ini ke atas karena tanda q muatan vd¬ telah diubah. Sekali lagi, pembawa muatan dipaksa ke bagian atas lempengan, tetapi bagian atas lempengan itu sekarang mengalirkan muatan negatif (karena pembawa muatannya negatif) dan bagian bawah menyalurkan muatan positif.






Gambar 2. Efek Hall dengan dengan pembawa muatan negatif
Pengukuran tanda beda potensial antara bagian atas dan bagian bawah lempengan itu akan memberi tahu kita tanda pembawa muatannya. Untuk konduktor logam biasa, kita temukan bahwa bagian atas lempengan pada gambar 1 berada pada potensial yang lebih renda dari pada bagian bawahnya yang berarti bahwa bagian atas itu haruslah menyalurkan muatan negatif. Jenis percobaan inilah yang mengarah kepenemuan bahwa pembawa pembawa muatan dalam konduktor ialah muatan negatif. Dengan demikian gambar 1 merupakan penggambaran arus yang benar pada konduktor biasa.
Jika kita hubungkan bagian atas dan bawah lempengan itu dengan kawat yang bertahanan R, elektron negatif akan mengalir dari bagian atas lempengan melalui kawat kebagian bawahnya. Begitu electron meninggalkan bagian atas lempengan dan memasuki bagian bagian bawahnya, besar pemisahan muatan pada lempengan itu untuk sesaat berkurang. Akibatnya adalah gaya elektrostatik pada electron dalam lempengan itu sesaat akan melelh sehingga gaya ini tidak lagi mengimbangi gaya magnetik yang terjadi padanya. Gaya magnetik itu akan menggerakkan lebih banyak electron melintasi lempengan tersebut yang kemudian akan menjadi sumber ggl. Beda potensial antara bagian atas dan bagian bawah lempengan itu disebut tegangan Hall.
Besar tegangan Hall tidak sulit untuk dihitung. Besar gaya magnetik pada pembawa muatan dalam lempengan itu adalah qvdB. Gaya magnetik ini diimbangi oleh gaya elektrostatik yang besarnya E, dengan E merupakan medan listrik akibat pemisahan muatan tersebut. Jadi kita memperoleh E = vd¬B. Jika lebar lempengan w, beda potensialnya Ew, sehingga tegangan Hall sama dengan VH = Ew = VdBw.







Gambar 3 Arah Arus dan Arah Medan Magnet
Dari gambar di atas dapat diketahui hubungan antara rapat arus J dengan kuat medan listrik E dan kuat medan magnet B dapat diturunkan berdasakan gambar diatas. Gaya magnetik yang dialami oleh elektron arahnya ke sumbu z positif dengan persamaan Fz=evBy sedangkan gaya elektrostatik arahnya ke sumbu z negatif dengan persamaan F-zc=eEx karena kedua gaya ini akhirnya sama maka :
Ex=vBy
Karena rapat arus dalam konduktor adalah
Jx=nq v.
Dan bila v dieliminir, kita peroleh
nq =
Ex= .Jx.By
Karena =RH , J= , Ex= dimana A=d.l maka :
RH = ........ (1)
Adapun konduktivitas bahan dapat ditentukan dari hubungan :
Jx=σ.Ex
Karena Jx= dan Ex= maka :

σ = ....... (2)
Dengan :
RH= konstanta Hall Bahan
VH= tegangan (ggl) Hall
IH = arus Hall
A = luas penampang lempengan
d = tebal lempengan
σ = konduktivitas bahan
J = rapat arus






BAB III
METODE EKSPERIMEN

A. Alat dan bahan
1. Plat tungsten dengan dimensi 65x20x0,05 mm
2. Teras berbentuk U dengan beban
3. kumparan 600 lilitan (2 buah)
4. Regulated Power Supply (catu daya) 12 V, 20 A
5. Measuring Amplifier
6. Magnetik Field Meter
7. Amperemeter 0-20 A
B. Cara kerja
1. Disusun alat seperti gambar di bawah ini :








2. Measuring Amplifier di kemudian mengatur multiplikasi pada posisi 500 µV (sensitivitasnya dikondisikan)
3. Mengatur penunjukan Measuring Amplifier agar dalam posisi tanpa medan penunjukan nol.
4. Menyalakan catu daya untuk medan magnet , magnetik field meter/Tesla meter.
5. Menempatkan probe Tesla/Gauss meter antara plat dengan kumparan.
6. Menaikkan besarnya medan magnet dengan mengatur daya output dan menetapkan pada satu nilai. Dan mencatat nilai konstan tersebut.
7. Pada posisi kuat medan magnet yang konstan, kuat arus sampel dinaikkan untuk berbagai harga, kemudian mencatat nilai kuat arus dan tegangan hall pada measuring amplifier.
C. Identifikasi Variabel
Variabel manipulasi : tegangan hall
Variabel Kontrol : kuat medan magnet (B), dan tebal plat (d)
Variabel respon : kuat arus hall
D. Definisi Operasional Variabel
1. Tegnagan hall adalah tegangan yang timbul pada plat tungsten
2. Kuat arus hall adalah arus listrik yang mengalir pada plat tungsten
3. Kuat medan magnet adalah kuat medan magnet yang ditimbulkan kumparan.
4. Perubahan suhu adalah selisih antara suhu akhir dengan suhu awal
5. Tebal plat adalah tebal plat tungsten.

E. Teknik Analisis Data
1. Metode Tabel
Dalam metode ini, data-data yang diperoleh dalam percobaan dipaparkan kedalam tabel, yaitu memaparkan nilai B, IH, dan VH, dimana B adalah kuat medan magnet dalam satuan Tesla, IH dalam satuan Ampere (A) dan VH dalam satuan Volt (V).
2. Metode Grafik
Dalam metode ini, data-data yang diperoleh pada table dimasukkan kedalam grafik yaitu hubungan antara arus Hall (IH) dan tegangan Hall (VH), dimana pada sumbu x yaitu kuat arus Hall (IH) dan pada sumbu y yaitu tegangan Hall (VH). Dari grafik menghitung besarnya konstanta Hall dengan rumus :
Y = mx + C ; ;
selain itu, juga menghitung besarnya nilai konsentrasi pembawa muatan dari sample yang digunakan dengan rumus :






BAB V
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Tabel 1 Hubungan antara kuat arus Hall (IH) dengan tegangan Hall (VH) pada saat kuat medan magnet (B) konstan.


No.
B = 30 mT

B = 60 mT
B = 90 mT

IH (A)

VH (μV)
IH (A)
VH (μV)
IH (A)
VH (μV)
1 0 0 0 0 0 0
2 0,77 4 1,03 4 0,68 4
3 3,01 20 2,91 20 2,82 20
4 4,92 40 4,78 40 5,05 40
5 7,26 60 6,94 60 6,42 60
6 10,67 80 8,95 80 8,79 80
7 11,05 100 11,37 100 11,22 100
8 16,5 120 - - 12,91 120
9 14,11 140

Tabel 2.
No I A J B n RH
1 0.00 0.000001 0 0.03 0 1.60E-19 0 0
2 0.77 0.000001 770000 0.03 0.0001 1.60E-19 1.44195E+27 4.329E-09
3 3.01 0.000001 3010000 0.03 0.0002 1.60E-19 2.81835E+27 2.21484E-09
4 4.92 0.000001 4920000 0.03 0.0003 1.60E-19 3.07116E+27 2.03252E-09
5 7.26 0.000001 7260000 0.03 0.0004 1.60E-19 3.39888E+27 1.83655E-09
6 10.67 0.000001 10670000 0.03 0.0005 1.60E-19 3.99625E+27 1.56201E-09
7 11.05 0.000001 11050000 0.03 0.0006 1.60E-19 3.44881E+27 1.80995E-09
8 16.50 0.000001 16500000 0.03 0.0007 1.60E-19 4.41413E+27 1.41414E-09
rata-rata 3.22708E+27 2.17129E-09


No I A J B n RH
1 0.00 10-6 0 0.06 0 1.60E-19 0 0
2 1.03 10-6 1030000 0.06 0.0001 1.60E-19 3.85768E+27 1.61812E-09
3 2.91 10-6 2910000 0.06 0.0002 1.60E-19 5.44944E+27 1.14548E-09
4 4.78 10-6 4780000 0.06 0.0003 1.60E-19 5.96754E+27 1.04603E-09
5 6.94 10-6 6940000 0.06 0.0004 1.60E-19 6.49813E+27 9.60615E-10
6 8.95 10-6 8950000 0.06 0.0005 1.60E-19 6.70412E+27 9.31099E-10
7 11.37 10-6 11370000 0.06 0.0006 1.60E-19 7.09738E+27 8.79507E-10
Rata-rata 5.08204E+27 9.40121E-10


No I A J B n RH
1 0.00 0.000001 0 0.09 0 1.60E-19 0 0
2 0.68 0.000001 680000 0.09 0.0001 1.60E-19 3.82022E+27 1.6399E-09
3 2.82 0.000001 2820000 0.09 0.0002 1.60E-19 7.92135E+27 7.88022E-10
4 5.05 0.000001 5050000 0.09 0.0003 1.60E-19 9.45693E+27 6.60066E-10
5 6.42 0.000001 6420000 0.09 0.0004 1.60E-19 9.01685E+27 6.92281E-10
6 8.79 0.000001 8790000 0.09 0.0005 1.60E-19 9.8764E+27 6.32031E-10
7 11.22 0.000001 11220000 0.09 0.0006 1.60E-19 1.05056E+28 5.94177E-10
8 12.91 0.000001 12910000 0.09 0.0007 1.60E-19 1.03612E+28 6.02461E-10
9 14.11 0.000001 14110000 0.09 0.0008 1.60E-19 9.90871E+27 6.29971E-10
rata-rata 7.87414E+27 6.92555E-10


B. Analisis Grafik
Grafik 1 Hubungan antara arus Hall (IH) dan tegangan Hall (VH) dengan B = 30 mT








Grafik 2 Hubungan antara arus Hall (IH) dan tegangan Hall (VH) dengan B = 60 mT



Grafik 2 Hubungan antara arus Hall (IH) dan tegangan Hall (VH) dengan B = 90 mT




C. Analisis Perhitungan
1. Pada Grafik 1
B = 30 x 10-3 Tesla
d = 5 x 10-5 m
y = 18,095x + 28,429
tan θ = 48,919 x 10-6 V/A


= 8,153 x 10-8



= 1,226 x 107


= 0,509 x 1026 m3
2. Pada Grafik 2
B = 60 x 10-3 Tesla
d = 5 x 10-5 m
y = 18,467x + 29,667
tan θ = 49,026 x 10-6 V/A


= 4,085 x 10-8


=2,447 x 107


= 2,551 x 1026 m3
3. Pada Grafik 3
B = 90 x 10-3 Tesla
d = 5 x 10-5 m
y =17,571x26,857
tan θ = 48,527 x 10-6 V/A


= 2,696 x 10-8


= 3,709 x 107




= 1,682 x 1025 m3






D. Pembahasan
Berdasarkan tabel pengamatan yang menggambarkan hubungan antara kuat arus Hall dan tegangan Hall pada saat kuat medan magnetnya konstan, semakin besar kuat arus Haallnya maka semakin besar pula tegangan Hallnya. Jika diambil perbandingan antara kuat medan magnet (B) terhadap kuat arus Hall (IH), maka semakin besar kuat medan magnetnya maka kuat arus Hallnya akan semakin kecil.
Untuk grafik yang menggambarkan hubungan antara arus Hall (IH) dan tegangan Hall (VH) adalah berbanding lurus yang semakin besa nilai IH nya maka VH nya akan semakin besar pula. Dari anlisis grafiknya diperoleh untuk B = 30 x 10-3 T diperoleh konstanta Hall RH = 8,153 x 10-8. Untuk B = 60 x 10-3 T, RH = 4,085 x 10-8 dan untuk B =90 x 10-3 T maka RH = 2,696 x 10-8. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin besar kuat medan megnetiknya (B) maka konstanta Hallnya akan semakin kecil. Untuk nilai konsentarsi (nq), untuk B = 30 x 10-3 T, nq =1,226 x 107. Untuk B = 60 x 10-3 T, nq = 2,447 x 107 dan untuk B = 90 x 10-3 T maka nq = 3,709 x 107 dan nilai konsentasi untuk masing-masing konstanta secara berurutan yaitu n = 0,509 x 1026 m3, n = 2,551 x 1026 m3 dan n = 1,682 x 1025 m3.
Untuk perhitungan secara analisa Excel terdapat perbedaan yang mungkin disebabkan karena kesalahan pada analisa grafik. Kesalahan yang terjadi karena pembacaan skala dan penentuan sudut yang kurang tepat.
Adanya perbedaan di atas pada konsentasi disebabkan adanya kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh praktikan dalam pengambilan data. Misalnya kurang telitinya di dalam membaca penunjukkan skala, apalagi dalam kelompok kami (kelompok VII) hanya terdiri dari dua orang yang seharusnya tiga orang tapi karena teman yang satu lagi berhalangan yakni sakit, maka kami hanya berdua saja sedangkan dalam percobaan Efek Hall dibutuhkan minimal tiga orang dalam pengambilan data. Selain itu, ketidak telitian dalam pengambilan data ini disebabkan adanya gangguan-gangguan dari luar, misalnya keadaan meja dimana alat itu diletakkan selalu bergerak, baik itu disebabkan karena mejanya sudah tua maupun teman-teman kelompok lain yang secara tidak sengaja menyentuh meja tersebut, sehingga jarum dalam skala juga turut bergerak.

















BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah kami lakukan maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa :
1. Semakin besar arus Hall (IH) maka semkin besar pula tegangan Hallnya (VH).
2. Semakin besar kuat medan magnet maka semakin kecil konstanta Hallnya (RH).
3. Semakin besar kuat medan magnet maka semakin besar pula konsentrasi pembawa muatan dari sampel yang digunakan.

B. Saran
Dalam melaksanakan praktikum, hendaknya semua praktikan tetap menjaga ketertiban dan kelancaran peraktikum baik untuk kelompoknya sendiri maupun terhadap kelompok lain yang masih dalam pengambilan data. Bagi teman-teman yang telah selesai pengambilan data hendaknya tidak duduk didekat kelompok lain yang belum selesai percobaannya karena dapat mengganggu konsentrasi praktikum dalam kelompok tersebut.



DAFTAR PUSTAKA


Rosana, Dadan, dkk. 2003. Konsep Dasar Fisika Modern. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.

Tipler, Paul A. 2001. Fisika Untuk Sains dan Teknik. Jakarta : Erlangga

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Percobaan tetes minyak milikan dilakukan oleh Robert A Milikan (1868 – 1953). Dalam percobaannya ia berhasil menemukan harga muatan electron secara akurat dan menunjukkan bahwa muatan electron bersifat diskrit. Elektron mempunyai peran penting dalam mempelajari gejala kelistrikan dan kemagnetan. Dalam eksperimen ini, kita menyemprotkan minyak dalam bentuk hujan tetes-tetes minyak dari atomizer. Setelah diamati hujan tetes-tetes minyak tersebut tampak seperti bintang kecil-kecil yang jatuh perlahan-lahan yang dipengaruhi gaya gravitasi dengan kecepatan yang bergantung pada massanya, viskositas udara dan gaya stokes.
Selanjutnya tetesan minyak di beri muatan dengan beda potensial yang cukup tinggi berkisar 300 volt – 450 volt. Besar muatan tetes minyak akan mempengaruhi gerakan atau kecepatannya. Hal ini dapat diamati jika tetes minyak bergerak turun berbeda kecepatannya jika bergerak ke atas, begitupun saat bergerak bebas tanpa muatan. Sehingga ada tiga kecepatan yang dialami oleh butir tetes minyak berdasarkan arah geraknya, ini bergantung oleh gaya yang mempengaruhinya. Besar kecepatan bintik minyak dapat dihitung dengan menggunakan persamaan gerak lurus beraturan.
y = v.t ( 1 )
dengan waktu tempuh dan jarak tempuh diketahui dari hasil percobaan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah percobaan sebagai berikut: “Bagaimana pengaruh kecepatan turun dan kecepatan naik terhadap harga muatan tetes minyak?”
C. Tujuan percobaan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan muatan satuan elektron (e) dan menunjukkan sifat diskrit muatan electrón


BAB II
KAJIAN TEORI

Dalam percobaan tetes minyak Millikan, gerakan kecepatan bintik minyak dapat dibuat dalam tiga keadaan, yaitu gerak ke bawah karena pengaruh gaya berat, gerak searah gaya berat dengan pengaruh gaya berat dan medan listrik, serta gerak berlawan arah gaya berat dengan pengaruh medan listrik dan gaya berat.
Keadaan pertama adalah gerak bintik minyak karena pengaruh gaya gravitasi. Pada kondisi ini bintik minyak bergerak dengan kecepatan konstan. Walaupun dalam kondisi yang sering kita jumpai di lingkungan kita bahwa benda yang bergerak ke bawah karena pengaruh gravitasi akan bergerak berubah beraturan. Hal ini disebabkan gaya gesekan udara sangat kecil dibandingkan dengan gaya tarik bumi, sehingga gaya gesekannya dapat diabaikan. Lain halnya pada percobaan tetes minyak Milikan, gaya gesekan fluida dalam hai ini udara dengan bintik minyak sangat mempengaruhi laju bintik minyak tersebut. Hal ini disebabkan oleh sifat kekentalan (viskositas) fluida tersebut dalam hal ini adalah udara. Viskositas pada fluida pada dasarnya merupakan gaya gesekan antara lapisan-lapisan yang bersisian pada fluida saat lapisan-lapisan tersebut bergerak. Secara rinci gaya gesek dalam fluida dijelaskan dalam hukum Stokes. Sesuai hukum Stokes, besar gaya gesekan fluida dirumuskan dengan,
Ff = 6rv ( 2 )
dimana:
 = viskositas fluida
r = radius bintik minyak
v = kecepatan





A. Gerak ke bawah tanpa medan listrik
Setelah minyak disemprotkan dengan atomiser ke dalam ruang antar kedua plat kapasitor, maka tetesan minyak yang jatuh pada awalnya mengalami percepatan. Karena adanya gaya gesek yang menghambat gerakan yaitu viskositas udara, maka pada saat tertentu akan mencapai laju konstan. Dalam waktu yang bersamaan atur posisi Ionisation Source Lever ke ON untuk memberikan muatan pada bintik minyak saat melewati Droplet Hole Cover yaitu ruang antara kedua pelat kapasitor yang telah di beri muatan. Jika bintik minyak telah nampak dan sudah ada sudah bintik minyak yang termuati, maka dipindahkan kembali Ionisation Source Lever diatur ke posisi OFF.
Setelah bintik minyak nampak dalam ruang antara kedua plat, maka untuk mengetahui apakah sudah bermuatan diputar posisi Plate Charging Switch ke arah positif. Jika bintik minyak bergerak ke atas ke arah plat positif, maka bintik minyak tersebut bermuatan negatif. Tetapi jika ada bintik minyak yang bergerak ke bawah ke plat negatif, maka bintik minyak itu bermuatan positif. Sebaliknya jika saklar Plate Changing Switch diputar ke arah negatif, maka plat bagian atas bermuatan negatif dan plat bagian bawah bermuatan posisif. Sehingga tetes minyak yang bergerak ke atas bermuatan positif, dan yang bergerak ke bawah bermuatan negatif.
Pada bagian ini akan dijelaskan gerak bintik minyak tanpa pengaruh medan listrik. Komponen gaya-gaya yang bekerja pada bintik minyak digambarkan seperti di bawah ini.






Keterangan:
Ff = gaya gesek antara tetesan minyak dengan udara
FA = gaya angkat ke atas (Archimedes)
w = gaya berat tetesan minyak
Berdasarkan hukum gerak Newton, resultan gaya yang bekerja pada tetesan minyak saat itu sama dengan nol.
F = 0 ( 3 )



Dari hubungan ini diturunkan persamaan untuk menghitung jari-jari bintik minyak sebagai berikut:

(4)


B. Bintik minyak bergerak ke atas
Bintik minyak dapat bergerak ke atas karena pengaruh medan listrik. Hal ini dapat terjadi karena bintik minyak yang telah bermuatan akan mendapat gaya listrik berupa gaya tolak atau gaya tarik. Ini tergantung dari jenis muatannya. Jika dipilih muatan bergerak keatas dan plat bagian atas bermuatan positif, maka terjadi gaya tarik pada bintik minyak yang bermuatan negatif. Gaya ini akan melawan besar gaya berat dan gaya Stokes dalam fluida. Gaya-gaya yang bekerja pada bintik minyak digambarkan seperti berikut.









Keterangan:
FE = gaya listrik antara keping dengan tetes minyak bermuatan negatif
FA = gaya angkat ke atas (Archimedes)
w = gaya berat tetesan minyak
Walaupun tetes minyak tidak diam, tetapi kecepatannya konstan. Sehingga resultan gaya yang bekerja pada tetesan minyak saat itu sama dengan nol. Berdasarkan hukum gerak Newton: F = 0


Sehingga diperoleh persamaan untuk menentukan besar muatan tetes minyak yang bergerak ke atas adalah:
( 5 )

C. Bintik minyak bergerak ke bawah dengan medan listrik
Gerakan bintik minyak ke bawah dengan pengaruh medan listrik kecepatan lebih besar, karena disamping gaya listrik juga bekerja gaya berat yang arahnya sama. Gaya yang melawan kedua gaya tersebut adalah gaya Stokes dan gaya angkat Archimedes. Gaya-gaya tersebut diuraikan seperti gambar berikut.










Keterangan:
FE = gaya listrik antara keping dengan tetes minyak bermuatan negatif
FA = gaya angkat ke atas (Archimedes)
w = gaya berat tetesan minyak
Seperti pada keadaan kedua di atas, kecepatan tetes minyak juga konstan. Sehingga resultan gaya yang bekerja pada tetesan minyak saat itu sama dengan nol. Berdasarkan hukum gerak Newton: F = 0



Sehingga diperoleh persamaan untuk menentukan besar muatan tetes minyak yang bergerak ke bawah karena pengaruh medan listrik adalah:
( 6 )
Untuk menghitung besar muatan bintik minyak berdasarkan persamaan (5) dan (6) dibutuhkan sebuah faktor koreksi (k). Karena hukum Stokes tidak berlaku jika kecepatan benda yang bergerak dalam suatu fluida seperti pada tetesan minyak dalam udara lebih kecil dari 0,1 cm/s atau 10-3 m/s. Pada percobaan ini kecepatan bintik minyak rata-rata berada pada rentang 0,04 – 0,001 cm/s. Faktor koreksi tersebut dihitung dengan persamaan (7) di bawah ini.
( 7 )
dengan:
b = konstanta (8,20 x 10-3 Pa.m)
p = Tekanan barometric (mHg)
r = jari-jari bintik minyak

BAB III
METODE EKSPERIMEN
A. Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan adalah:
1. Satu set Millikan oil drop apparatus
2. Transformator 12 volt DC untuk lampu halogen
3. Power Supply
4. Minyak non-votatile (Squibb #5597 mineral oil, rapat massa 886 kgm-3)
5. Atomizer
6. Stopwatch
7. Multimeter
8. Tissue
B. Cara Kerja
1. Sebelum melakukan eksperimen, plat kapasitor dibersihkan yaitu menggosoknya dengan tissue.
2. Menghubungkan power supply ke aliran sumber tegangan dan diatur hingga mencapai 350 – 500 volt.
3. Menyalakan lampu halogen kemudian mengamati apakah skala sudah nampak jelas jika diamati melalui teleskop.
4. Menghubungkan multimeter ke thermistor connection untuk mengukur hambatan thermistor.
5. Menyemprotkan tetes minyak ke dalam Dropplet Viewing Chamber secara tegak lurus.
6. Mengamati kehadiran bintikk minyak dan memberikan ionisasi dengan menggerakkan Ionisation Source lever ke posisi ON.
7. Diperkirakan telah terjadi ionisasi maka Ionisation Source lever di kembalikan ke posisi OFF.
8. Memilih satu bintik minyak pada teleskop, sambil menggerakkan Plate Charging Switch ke posisi muatan positif (+), Negatif (-), dan tanpa muatan.
9. Mengukur waktu yang digunakan bintik minyak dalam menempuh jarak tertentu, misalnya 5 skala (0,5 mm) dalam 3 keadaan yaitu bergerak keatas, bergerak ke bawah, dan bergerak ke bawah tanpa medan.
10. Diusahakan mengambil data lebih dari satu kali dalam 3 keadaan tersebut dengan bintik minyak yang sama.
11. Mengulangi kembali kegiatan 9 dengan memilih bintik minyak yang lain sampai 7 bintik minyak yang berbeda.

C. Identifikasi Variabel
Variabel kontrol : tekanan, hambatan, beda potensial
Variabel manipulasi : waktu
Variabel respon : muatan bintik minyak














BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Percobaan
V = 351 volt
Pa = 765 mmHg
R = 1,744 x 106 ohm
Tabel Pengamatan


Jarak Tempuh dalam Medan Listrik = 0,5 mm = 5 x 10-4 m
Jarak Tempuh tanpa Medan Listrik = 0,5 mm = 5 x 10-4 m
Tetesan Minyak Waktu Tempuh Tetesan Minyak (s)
Dalam Medan Listrik Tanpa Medan Listrik
Ke Atas Ke Bawah Jatuh Bebas
I 11,8 6,5 24,0
13,6 5,5 22,3
13,4 7,0 27,5
II 12,0 7,0 19,4
8,5 19,0
III 15,0 6,0 18,0
10,0 7,0 25,0


B. Analisa Data

1. Menentukan suhu tetes minyak berdasarkan besar hambatan yang terbaca pada thermistor.
Hasil pengukuran thermistor diperoleh hambatan sebesar 1,744 MΩ. Berdasarkan tabel Thermistor Resistance Table nilai tersebut berada pada rentang 300 – 310 yaitu:
300 = 1,774 x 106 Ω dan 310 = 1,736 x 106 Ω, sehingga harus digunakan interpolasi untuk mencari suhunya jika hambatan sebesar 1,744 x 106 Ω.












2. Penentuan Viscositas Udara berdasarkan suhu pada saat percobaan.
Berdasarkan hasil interpolasi diperoleh suhu pada percobaan adalah 30,80C.
Dari grafik hubungan Viscositas of Dry Air terhadap temperatur diperoleh:
Suhu 300C = 1,8720 x 10-5 Nsm-2 dan
Suhu 310C = 1,8760 x 10-5 Nsm-2
Sehingga dilakukan interpolasi untuk menentukan viscositas udara pada suhu 30,80C.





3. Penentuan massa jenis udara berdasarkan Appendix Density of Air


 = 1,1695 kgm-3
4. Dengan menggunakan persamaan di bawah melalui analisis Microsoft Excel, diperoleh waktu tempuh rata-rata dan kecepatan untuk setiap bintik minyak seperti pada table berikut.



,



dengan y = 5 x 10-4 m


Tetesan Minyak tKe Atas tKe Bawah tJatuh Bebas
I 11.8 6.5 24
13.6 5.5 22.3
13.4 7 27.5
trata(s) 12.93 6.33 24.60
v(m/s) 3,87 x 10-5 7,89 x 10-5 2,03 x 10-5
-
Tetesan Minyak tKe Atas tKe Bawah tJatuh Bebas
II 12 7 19.4
8.5 19
trata(s) 10.25 7.00 19.20
v(m/s) 4,88 x 10-5 7,14 x 10-5 2,60 x 10-5
-
Tetesan Minyak tKe Atas tKe Bawah tJatuh Bebas
III 15.00 6.00 18.00
10.00 7.00 25.00
trata(s) 12.50 6.50 21.50
v(m/s) 4,00 x 10-5 7,69 x 10-5 2,32 x 10-5


5. Menghitung jari-jari bintik minyak.
Untuk menghitung jari-jari bintik minyak digunakan persamaan di bawah ini dengan kondisi bintik minyak bergerak tanpa medan listrik. Hasil perhitungan dengan computer diperlihatkan seperti table di bawah.

 = 1,8728 x 10-5 Nsm-2
m = 886 kgm-3
f = 1,1695 kgm-3
g = 9,8 ms-2



Tetesan Minyak vt(m/s) r(m)
I 2,03 x 10-5 4,44 x 10-7
II 2,60 x 10-5 5,03 x 10-7
III 2,32 x 10-5 4,75 x 10-7

6. Menghitung faktor koreksi
Pada percobaan ini kecepatan bintik minyak yang diperoleh seperti pada perhitungan di atas berada pada orde 10-5 m/s. Sehingga untuk menghitung muatan bintik harus dikalikan dengan faktor koreksi sesuai dengan hasil perhitungan pada tabel di bawah ini.


b = konstanta (8,20 x 10-3 Pa.m)
p = Tekanan barometric (1,017 x 105 Pa)
r = jari-jari bintik minyak




Tetesan Minyak r(m) k
I 4,44 x 10-7 0,77
II 5,03 x 10-7 0,79
III 4,75 x 10-7 0,79

7. Menghitung muatan bintik minyak
Untuk menghitung besar muatan setiap bintik digunakan persamaan (5) dan (6), tetapi harus dikalikan dengan sebuah faktor koreksi pada persamaan (7), sehingga persamaannya seperti di bawah ini.
1) Bintik minyak bergerak ke atas:

2) Bintik minyak bergerak ke bawah:


Dengan menggunakan kedua persamaan tersebut dan nilai-nilai setiap besaran dianalisis melalui computer yaitu Microsoft Excel, maka hasil yang diperoleh seperti pada tabel berikut:
Tetesan Minyak qke atas(C) qke bawah(C) qrata-rata(C)
I 1,46E-19 1,45E-19 1,45E-19
II 2,15E-19 1,3E-19 1,72E-19
III 1,71E-19 1,45E-19 1,58E-19

C. Pembahasan
Prinsip yang digunakan pada percobaan milikan adalah pengaruh gaya gravitasi dan gaya listrik pada partikel bermuatan (tetesan minyak). Tetesan minyak yang dihamburkan dalam ruang pengamatan dipengarahi oleh medan listrik. Medan listrik tersebut ditimbulkan dari beda potensial antara elektroda positif (atas) dan elektroda negatif (bawah) yang diberikan pada pelat kondensator. Pada saat gaya gravitasi sama dengan gaya listrik maka tetesan minyak tersebut akan mengambang. Tetesan minyak dalam medan listrik dipengaruhi oleh beberapa gaya yaitu gaya berat, gaya Stokes yang merupakan gaya penghambat, gaya dorong dan gaya elektrostatis.
Percobaan ini menggunakan dua metode yaitu metode statis (keseimbangan) dan metode dinamis. Untuk metode keseimbangan, karena tetesan minyak tersebut merupakan partikel bermuatan, sehingga setelah tegangannya dihilangkan maka tetesan minyak tersebut akan turun atau jatuh pada saat tetesan minyak tersebut jatuh, laju tetesan minyak tersebut nol. Dengan demikian gaya yang bekerja pada tetesan minyak tersebut hanya gaya berat atau gaya gravitasi dan gaya dorong yang arahnya berlawanan dengan gaya berat. Kemudian tetesan minyak akan mengalami resultan gaya ke bawah. Oleh karena itu, tetesan minyak akan mengalami percepatan sehingga kecepatannya bertambah. Seiring dengan bertambahnya kecepatan, gaya Stokes akan membesar dan pada suatu ketika akan terjadi keseimbangan antara ketiga gaya tersebut, resultan ketiga gaya tersebut nol. Oleh karena itu kecepatan tetesan minyak tersebut akan konstan. Dari sini tegangan dan kecepatan tetesan minyak tersebut dapat diketahui, berdasarkan pengamatan nilai beda potensial dan lamanya waktu yang dibutuhkan tetesan minyak untuk menempuh jarak y yang diperoleh bervariasi.
Berdasarkan perhitungan dapat diperoleh nilai muatan rata-rata dari setiap tetesan minyak adalah: (1) tetes minyak I = 1,45 x 10-19 C; (2) tetes minyak II = 1,72 x 10-19 C; dan (3) tetes minyak III = 1,58 x 10-19 C. Nilai-nilai tersebut menyebar disekitar nilai muatan electron berdasarkan referensi yang ada, yaitu 1,6 x 10-19 C. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa satu elektronnya adalah 1,6.10-19 C, muatan sebesar ini merupakan muatan elementer.







BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data hasil eksperimen maka dapat disimpulkan bahwa nilai muatan rata-rata dari setiap tetesan minyak adalah: (1) tetes minyak I = 1,45 x 10-19 C; (2) tetes minyak II = 1,72 x 10-19 C; dan (3) tetes minyak III = 1,58 x 10-19 C. Sedangkan nilai muatan electron berdasarkan referensi yang ada, yaitu 1,6 x 10-19 C.

B. REKOMENDASI
Agar percobaan ini dapat memperoleh hasil yang maksimal maka hal-hal berikut harus diperhatikan ketelitian mengukur waktu tempuh tetesan minyak dalam menempuh jarak yang telah ditentukan, yaitu kesingkronan antara melihat posisi star dan akhir dari bintik minyak dengan memencet stopwatch.
C. DAFTAR PUSTAKA
- Sears Zemansky. 1962. Fisika Universitas Jilid 2, Bina Cipta, Bandung.
- http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/agama/tetes-minyak-milikan
- http://www.fisikaasyik.com/home02/content/view/192/44/
- www.geocities.com

Mengenai Saya

Foto saya
saya seorang guru fisika di SMAN 13 MKS

JAM

KALENDER